Hukum Nafkah 'Umudain

 


Kata-kata "Nafkah" berasal dari bahasa arab yaitu "الْنَّفَقَةُ" yang diambil dari kalimat "الْإِنْفَاقُ" yang artinya mengeluarkan,dan lafadz infaq ini hanya digunakan kepada hal yg bernilai kebaikan saja.


Kemudian nafkah itu sendiri memiliki tiga penyebab yang mewajibkannya, yaitu: status kerabat,hamba,dan istri.Salah satu sebab wajib nafkah kerabat ialah nafkah 'umudain.


Nafkah 'umudain adalah nafkah yang terjadi diantara orang tua dengan anaknya.Dinamakan dengan nafkah 'umudain karena nafkah tersebut sangat berketergantungan bagaikan berpegang teguh pada tiang-tiang kemah.


Dalil wajibnya nafkah anak terhadap orang tua yaitu Q.S.Luqman 31:15 :

. ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ"

"Dan pergaulilah keduanya(orang tua) di dunia dengan baik..."(Q.S.Luqman 31:15).dan juga hadis: 


 أَطْيَبُ مَا يَأْكَلُ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدَهُ مِنْ كَسْبِهِ فَكُلُوْا مِنْ 

أَمْوَالِهِمْ

Artinya:"Sebaik-baik dari apa yang dimakan oleh seorang laki-laki adalah yang berasal dari hasil usahanya, dan anak adalah hasil dari usahanya,Maka mereka makan dari hartanya."


Sedangkan dalil wajib nafkah terhadap anak ialah Q.S.Ath-Thalaq 65:6 :  

فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ 

Artinya:"...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka..."(Q.S.Ath-Thalaq 65:6).

Dalil yang kedua yaitu hadis riwayat imam Bukhari dan Muslim disaat Hindun mengadu perihalnya kepada nabi dan nabi menjawabnya:

خُذِيْ مَا يَكْفِيْكَ وَوَلَدِكَ بِالْمَعْرُوْفِ

Artinya: "Ambillah secukupnya untuk kamu dan anakmu dengan cara yang wajar."


Nafkah 'umudain yang terjadi diantara orang tua dengan anaknya memiliki 2 persyaratan:

1. Memiliki sifat merdeka,sehingga tidak wajib nafkah apabila salah satunya merupakan seorang hamba walaupun hamba yang telah melakukan akad tertulis ataupun sudah merdeka sebahagiannya.

2. Orang yang terpelihara dalam agama,dalam artian bukanlah orang kafir,orang murtad dan orang yang meninggalkan shalat.

   

Nafkah 'umudain tersebut terbagi kepada 2 pembagian:

1.Nafkah anak kepada orang tuanya.

Seorang anak wajib menafkahi orang tuanya apabila orang tua tersebut terdapat salah satu faktor berikut:

A. dalam kondisi fakir baik tidak memiliki harta atau usaha.

B. menderita penyakit yang membuatnya tidak berdaya untuk dapat melakukan usaha.

C. mengalami gangguan kejiwaan.

Sedangkan apabila orang tua masih dalam kondisi mempunyai harta, masih mampu untuk berusaha dan memiliki kejiwaan yang bagus,maka tidak diwajibkan terhadap anak untuk menafkahinya.


2. Nafkah orang tua terhadap anaknya.

 Orang tua baru wajib untuk menafkahi anaknya apabila terdapat persyaratan berikut ini:

A. Anak masih dalam kondisi fakir dan kecil.

Apabila seorang anak kaya tapi masih kecil atau sudah besar tapi masih fakir, maka tidak wajib terhadap orang tua untuk menafkahinya.Imam Al-Bajuri membuat pengecualian terhadap masalah ini kepada seorang anak yang sibuk belajar dengan ilmu agama dan mengharapkan kecerdasan, sedangkan jika ia berusaha mencari nafkah dapat menghambat belajarnya maka terhadap orang tua masih tetap wajib untuk menafkahi anaknya.

B. Anak masih dalam kondisi fakir dan menderita penyakit.

Apabila seorang anak kaya dan menderita penyakit atau miskin tapi masih sehat, maka orang tua tidak dibebankan nafkah anaknya.

C. Anak masih dalam kondisi fakir dan mengalami gangguan kejiwaan.


Maka apabila seorang anak kaya dan mengalami gangguan jiwa ataupun fakir tapi memiliki kesehatan yang sempurna,orang tua tidak wajib untuk menafkahinya.




Referensi: kitab Hasyiah al-Bajuri jilid 2 hal.185-187 cetakan Toha putra.

Posting Komentar

0 Komentar