Ketentuan Dasar Hiwalah


Di dalam islam, terdapat konsep yang mendalam dan penuh makna dalam mengelola hubungan keuangan antara individu. Konsep ini tidak hanya sekedar mengenai transaksi ekonomi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keadilan, kepercayaan, dan juga tanggung jawab sosial. Dalam kerangka syariah, setiap bentuk interaksi keuangan harus dilakukan secara hati-hati, menjaga keharmonian, dan juga kesebangan dalam masyarakat. Maka karena faktor faktor tsb islam membolehkan adanya aqad hiwalah atau sering di sebut dengan pemindahan hutang.


A. Pengertian Hiwalah

    Hiwalah merupakan sebuah aqad pengalihan beban hutang-piutang dari si muhil(orang yang berutang) kepada muhal alaih(orang yang berkewajiban untuk membayar utang) dengan jumlah yang sama. Proses pemgalihan tanggung jawab ini harus sesuai dengan persyaratan yang telah di detatpkan oleh syariat.


B. Dalil Hukum Hiwalah.

   Dasar hukum Hiwalah adalah hadis bukhari muslim yaitu "menunda - nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang yang mampu merupakan sebuah kezaliman, maka seandainya salah satu dari kalian dialihkan hak penagihan hutangnya kpd pihak yang mampu maka terimalah.


C. Rukun Hiwalah.

1. Muhil

    Muhil adalah orang yang memiliki utang di dalam akad hiwalah . Dalam hal ini muhil harus sudah dalam keadaan baligh dan melakukan akad ini dalam keadaan rela.

2. Muhtal

      Muhtal adalah pihak yang bersedia utangnya dibayarkan oleh pihak ketiga (muhal alaih) .

3. Muhal ‘Alaih

Muhal alaih adalah pihak ketiga yang bersedia dibebankan utang si muhil terhadapnya dan bersedia melunasi utang tsb terhadap si muhtal.

4. Terjadinya Dua Utang

    Dalam kasus di berlakukannya aqad hiwalah, ada terjadinya proses utang -piutang diantara dua pihak yang sama-sama harus di lunasi yaitu utang si muhil terhadap si muhtal dan utang si muhal alaih terhadap si muhil

5. Sighat (lafadz)

Yaitu ijab dari si muhil ( pihak yang berutang) dan qabul dari si muhtal(pihak yang bersedia utangnya di bayarkan oleh muhal alaih).


D. Syarat Hiwalah

  1. Ridha muhil, Pihak yang berhutang (muhil) memang rela untuk melakukan akad ini tanpa adanya unsur pakasaan atau penyebab lainya.
  2. Ridha muhtal, Pihak yang utang nya akan dibayarkan oleh pihak ketiga juga harus setuju utangnya di bayarkan oleh pihak yang lain
  3. Utang antara kedua belah pihak masih berlangsung ataupun masih di berlakukan dalam artian masing2 dari pihak tsb belum ada yang merelakan utang tsb
  4. Utang antara si muhil dan muhtal merupakan utang yang sah untuk di gantikan, karena utang yang tidak sah diganti, tidak bisa di berlakukan transaksi hiwalah padanya.
  5. Pihak yang berkaitan mengetahui dengan adanya pemberlakuan pemindahan utang,serta jenisnya, jumlah utang, dan juga kriteria dari utang tsb.


  Syara' sudah memberikan kemudahan sedemikian rupanya, meskipun demikian semuanya harus dilakukan sesuai dengan konsekuensi dan ketentuan yang ada, tidak terlepas juga dengan akad hiwalah ini semuanya bisa menjadi fasid apabila dilakukan tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang sudah di tetapkan.

   


Referensi : 

1.  Syarah Al Mahalli, Jilid 2 Hal 398 Cet: Dar Al Fikri Bairut

هي أن تحيل من له عليك دين على من لك عليه مثله فتقول: أحلتك بعشرتك علي على فلان بعشرتي عليه فيقول احتلت والأصل فيها حديث الشيخين: «مطل الغني ظلم، وإذا أتبع أحدكم على مليء فليتبع» .

حاشيتا قليوبي وعميرة (٢/٣٩٨)

الناشر: دار الفكر - بيروت


2. I'anah At-Thaalibiin Jilid, 3 hal, 90 Cet Dar Al Fikri

(واعلم) أن أركان الحوالة ستة: محيل، ومحتال، ومحال عليه، ودينان: دين للمحتال على المحيل، ودين للمحيل على المحال عليه، وصيغة. وشرائط الحوالة خمسة: رضا المحيل والمحتال. وثبوت الدينين الذي على المحيل والذي على المحال عليه، فلا تصح ممن لا دين عليه، ولا على من لا دين عليه. وصحة الإعتياض عنهما: فلا تصح بدين السلم ورأس ماله، ولا عليهما، لعدم صحة الإعتياض عنهما، وكذا لا تصح بدين الجعالة قبل الفراغ من العمل ولا عليه لما ذكر. والعلم بالدينين قدرا وصفة وجنسا: فلو جهل ذلك العاقدان، أو أحدهما، فهي باطلة.


Posting Komentar

0 Komentar