Metode Tahkim Nikah dalam Mazhab Syafi'i

A.  Pengertian Tahkim Nikah

Tahkim nikah adalah proses calon pengantin melantik wali nikah untuk menyerahkan urusan pernikahan kepada seseorang.

Wali tahkim merupakan wali yang dilantik oleh calon pasangan pengantin untuk mengendalikan akad nikah apabila tidak terdapat wali khas maupun wali 'am.

Namun, prosesi tahkim nikah harus mengikuti metode yang benar. berikut adalah tata-cara tahkim nikah:


B. Rukun Tahkim:

1.     Ada muhakkim (calon suami dan istri)

2.     Ada muhakkam (orang yang diangkat menjadi hakim) oleh calon pasangan suami dan istri

3.      Ada lafazh tahkim


C. Syarat Tahkim:

1. Tidak ada wali khas (wali nasab dan wali mu'tiq)

2. Tidak ada wali 'am (hakim/qadhi)

3. Ada hakim tetapi tidak mau menikahkan kecuali dengan imbalan harta untuk dirinya (pungli)

4.     Muhakkam orang yang adil dan ahli hukum masalah nikah

5. Bila muhakkam seorang mujtahid maka sah tahkim walaupun ada hakim mujtahid

6.   Bila muhakkam bukan mujtahid maka sah tahkim dengan syarat adil dan ahli hukum nikah dengan memenuhi ketentuan poin b dan e di atas.


D. Lafazh tahkim:

Lafazh tahkim dari calon istri, seperti: "Saya mengangkat engkau sebagai hakim untuk menikahkan saya dengan si Fulan (sebutkan nama calom suami)" atau "Saya izinkan engkau untuk mengawinkanku dengan si Fulan (sebutkan nama calom suami)".

Lafazh tahkim dari calon suami, seperti: "Saya mengangkat engkau sebagai hakim untuk menikahkan saya dengan si Fulanah (sebutkan nama calom istri)" atau "Saya izinkan engkau untuk mengawinkanku dengan si Fulanah (sebutkan nama calom istri)

 

Berikut ini beberapa nas sebagai bahan rujukan:

Al-Mahalli Hasyiyah Qalyubi Wa Umairah, Jilid 3 hal. 225:

قَدْ عُلِمَ مِمَّا ذُكِرَ أَنَّهُ لَيْسَ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تُوَكَّلَ فِي تَزْوِيجِهَا مُطْلَقًا كَمَا مَرَّ نَعَمْ لَمَا تُحكم مَنْ يُزَوِّجُهَا إِنْ كَانَ مُجْتَهِدًا مطلقًا أو غيْره مَعَ عَدَمِ قَاضٍ وَلَوْ ضَرُورَةً أَوْ تَوَقَفَ الرَّفْعِ إِلَيْهِ عَلَى دَفْعِ مال له وقع.

Artinya:

"Sesungguhnya dimaklumi dari apa yang telah disebutkan bahwa seorang perempuan tidak dapat mewakilkan pada perkawinannya secara mutlaq sebagaimana yang telah lalu, namun demikian, dibolehkan bagi perempuan mentahkim bersama suaminya kepada orang yang akan menikahkannya dengan syarat orang tersebut adalah mujtahid secara mutlaq atau bukan mujtahid tetapi tidak ada qadhi, meskipun qadhi itu gadhi dharurat atau tawaquf melapor kepada qadhi tersebut kepada pemberian harta kepadanya (tidak ada proses perkara kalau tidak memberi sejumlah harta). 

 

Nihayatul Muhtaj Jilid 6 hal. 224:

وَكَذَا لَوْ وَلَتْ مَعَهُ عَدْلًا صَحَ عَلَى الْمُخْتَارِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا لِشِدَّةِ الْحَاجَةِ إِلَى ذَلِكَ كَمَا جَرَى عَلَيْهِ ابْنُ الْمُقْرِي تَبَعًا لِأَصْلِهِ . روور قَالَ فِي الْمُهِمَّاتِ : وَلَا يَخْتَصُّ ذَلِكَ بِفَقْدِ الْحَاكِرِ، بَلْ يَجُوزُ مَعَ وُجُودِهِ سَفَرًا أَوْ حَ أو حضرا بناءً : عَلَى الصَّحِيحِ فِي جَوَازِ التَّحْكِيمِ

 

Artinya: "Demikian pula boleh jika si perempuan dan laki- laki yang meminangnya menyerahkan urusan kewalian kepada orang yang adil menurut pendapat yang terpilih."

 

l'anatut-Thalibin, Syarah Fathul Mu'in, Jilid 3 hal. 318:

(ثُمَّ إِنْ لَمْ يُوجد وَلِي مِمَّنْ مَرَّ فَيُزَوْجُهَا (مُحَكَمُ عَدْلُ) حُلٌّ وَلَتَهُ مَعَ سه وہ خَاطِبِهَا أَمْرَهَا لِيُزَوجَهَا مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُجْتَهِدًا إِذَا لَمْ يَكُنْ ثُمَّ قَاضٍ وَلَوْ غَيْرَ أَهْلٍ وَإِلَّا فَيُشْتَرَطُ كَوْنُ الْمُحْكَمِ مُجْتَهِدًا. قَالَ شَيْخُنَا: نَعَمْ إِنْ كَانَ الْحَاكِمُ لَا يُزَوْجُ إِلَّا بِدَرَاهِمَ كَمَا حَدَثَ رست الآن. فَيَتجه أن لَهَا أَنْ تَوَلي عَدْلًا مع وجودِهِ.

Artinya: "Kemudian apabila tidak didapati wali yaitu dari orang-orang yang telah lalu, maka perempuan itu dinikahkan oleh orang yang ditahkim yang adil dan merdeka dimana perempuan tersebut bersama laki-laki peminangnya menyerahkan urusannya kepadanya supaya menikahkan keduanya, meskipun yang ditahkim itu bukan seorang mujtahid dengan syarat tidak ada qadhi, meskipun qadhi itu bukan ahli. Jika ada qadhi, maka disyaratkan yang ditahkim tersebut seorang mujtahid. Syaikunaa (Ibnu Hajar al-Haitamy) mengatakan; namun demikian, jika hakim tidak mau menikahkannya kecuali dengan beberapa dirham sebagaimana terjadi pada zaman sekarang, maka dikuatkan boleh bagi perempuan tersebut menyerahkan urusannya kepada seorang yang adil meskipun ada hakim".

 

Posting Komentar

0 Komentar