Puasa Batal Karena Hal Sepele? Ini Penjelasan Lengkapnya

 

Puasa Batal Karena Hal Sepele? Ini Penjelasan Lengkapnya

Puasa merupakan ibadah yang memiliki kedudukan penting dalam ajaran Islam. Tidak hanya sebagai bentuk pengendalian diri dari makan dan minum, tetapi juga sebagai latihan spiritual untuk menjaga perilaku, lisan, dan bahkan hal-hal yang tampak sepele namun dapat berdampak besar secara hukum. Oleh karena itu, ulama menyusun batasan-batasan yang cukup rinci dalam menentukan apa saja yang dapat membatalkan puasa.

 

Dalam pelaksanaannya, muncul berbagai kebiasaan yang menjadi masalah namun sering tidak disadari. Namun, prinsip-prinsip fiqih yang telah ditetapkan tetap dapat dijadikan acuan untuk menimbang dan menyikapi kebiasaan-kebiasaan tersebut. Hal-hal kecil seperti gerakan spontan, benda-benda yang dimasukkan ke mulut, atau bahkan sikap-sikap tanpa niat tertentu dapat memunculkan pertanyaan baru: apakah ini membatalkan puasa?

 

Permasalahan menjadi relevan ketika suatu kebiasaan yang dianggap ringan seperti mengulum pulpen saat sedang menulis atau menghisap jari ternyata mengandung unsur yang secara hukum yang serius dan serupa dengan hal-hal yang telah ditetapkan sebagai pembatal puasa. Untuk itu, penting untuk mengkaji lebih dalam dengan pendekatan analogi terhadap kasus-kasus yang telah dibahas dalam kitab-kitab fiqih klasik.

 

Dalam literatur klasik mazhab Syafi‘i, terdapat pembahasan tentang seseorang yang membasahi seutas benang dengan air liurnya, lalu benang tersebut dikeluarkan dari mulut, kemudian dimasukkan kembali dan air liurnya tertelan. Para ulama menetapkan bahwa puasa orang tersebut batal karena air liur yang telah keluar dari mulut dihukumi sebagai benda dari luar, sehingga menelannya kembali dianggap sama dengan menelan benda asing.


Keterangan ini memberi gambaran bahwa sesuatu yang keluar dari rongga mulut lalu kembali masuk dan tertelan dapat membatalkan puasa, Prinsip inilah yang menjadi dasar dalam menentukan hukum untuk kasus-kasus lain yang muncul diiringi oleh beberapa kebiasaan.


Salah satu kebiasaan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah mengulum kembali pulpen yang baru dikeluarkan dari mulut dan terdapat liur yang ditelan, baik karena kebiasaan berpikir, gugup, atau sekadar spontan. Juga seperti memasukkan kembali jari ke mulut, seperti setelah membasahinya dengan liur untuk membalik kertas atau membuka plastik dengan menelan air liur yang terdapat padanya, juga termasuk kasus serupa karena melibatkan air liur yang keluar lalu kembali masuk ke mulut.

 

Kebiasaan memasukkan benda ke dalam mulut saat berpuasa, meskipun tampak sepele, dapat menimbulkan persoalan hukum jika benda tersebut telah terkena air liur, lalu dikeluarkan dan dimasukkan kembali hingga berpotensi tertelannya air liur yang terpisah. Dalam fikih klasik, hal semacam ini dipandang dapat membatalkan puasa karena sesuatu yang telah keluar dari mulut lalu kembali masuk dan tertelan dihukumi sebagai benda asing. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan asas kehati-hatian, kebiasaan seperti ini sebaiknya dihindari agar tidak merusak keabsahan puasa.


Referensi

«أو بل خيطًا بريقه ورده إلى فمه كما يعتاد عند الفتل وعليه رطوبةٌ انفصلت وابتلعها»

atau, jika seseorang membasahi seutas benang dengan air liurnya, lalu mengembalikannya ke dalam mulut sebagaimana kebiasaan ketika memintal, dan pada benang itu terdapat kelembapan yang terpisah, kemudian ia menelannya.


وقال بعضهم: متى ابتلعه المبتلى به مع علمه به وليس له عنده بد، فصومه صحيح، وبالصرف المختلط بطاهر آخر، فيفطر من ابتلع ريقا متغيرا بحمرة نحو تنبل، وإن تعسر إزالتها، أو بصبغ خيط فتله بفمه، وبمن معدنه ما إذا خرج من الفم لا على لسانه ولو إلى ظاهر الشفة ثم رده بلسانه وابتلعه، أو بل خيطا أو سواكا بريقه أو بماء فرده إلى فمه وعليه رطوبة تنفصل وابتلعها: فيفطر

Sebagian ulama mengatakan:


Apabila seseorang menelan sesuatu yang menimpanya (masuk ke dalam mulut) dengan sepengetahuannya, dan ia tidak memiliki pilihan lain (tidak mampu menghindarinya), maka puasanya tetap sah.


Namun, jika air liur bercampur dengan sesuatu yang suci lain, maka batal puasanya bila ia menelan air liur yang berubah warnanya menjadi kemerahan seperti paan (ranup sirih) , walaupun sulit untuk menghilangkannya.


Begitu juga batal puasanya jika ia pewarna benang yang dipilin di dalam mulutnya, atau sesuatu yang asalnya dari dalam mulut, lalu keluar tidak melalui lidah, bahkan hanya sampai ke permukaan bibir, kemudian dikembalikan lagi ke dalam mulut menggunakan lidah dan ditelan.


Demikian pula, jika ia membasahi benang atau siwak dengan air liur atau dengan air, lalu dimasukkan kembali ke mulut dalam keadaan basah yang dapat terpisah (dengan sendirinya), kemudian ditelan, maka puasanya batal.

Posting Komentar

0 Komentar