Empat Penghalang Ubudiyah dan Cara Mengatasinya menurut Imam Al-Ghazali”




Hakikat kehidupan manusia sejatinya adalah sebuah perjalanan penghambaan kepada Allah SWT. Setiap langkah, usaha, dan tujuan hidup pada dasarnya bermuara pada ibadah kepada-Nya. Sebagaimana Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:

‎وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”(QS. Adz-Dzariyat: 56).


Ayat ini menegaskan bahwa esensi penciptaan manusia bukan semata untuk menikmati kehidupan dunia, tetapi untuk menunaikan tugas mulia sebagai hamba yang tunduk dan taat kepada Sang Pencipta. Namun, dalam realitas kehidupan, manusia kerap lalai dan teralihkan dari tujuan hakikinya di dunia ini. Imam Al-Ghazali rahimahullah menjelaskan bahwa terdapat empat hal utama yang menjadi penghalang bagi manusia dalam menunaikan perjalanan ubudiyah kepada Allah SWT. Yaitu sebagai berikut:


1. Dunia

‎Dunia dan akhirat ibarat dua istri apabila engkau berusaha menyenangkan salah satunya, niscaya yang lain akan cemburu kepadamu. Begitu pula, dunia dan akhirat tak ubahnya timur dan barat, jika engkau condong ke salah satu arah, maka mustahil engkau berada di arah yang lain. ‎Rasulullah bersabda:

‎ من أحب دنياه أضر بآخرته، ومن أحب آخرته أضر بدنياه، فآثروا ما يبقى على ما يفنى

“Barang siapa mencintai dunia, niscaya ia merusak akhiratnya; dan barang siapa mencintai akhirat, niscaya ia merusak dunianya. Maka dahulukanlah yang kekal daripada yang fana”. 

Hadis ini mengingatkan bahwa keseimbangan antara dunia dan akhirat tidak terletak pada cinta terhadap dunia, melainkan pada kemampuan mengendalikannya agar tidak melalaikan tujuan abadi. Obat bagi penyakit cinta dunia adalah zuhud, yaitu sikap hati yang tidak terpaut pada gemerlap dunia. Sebagaimana diriwayatkan dari Salman Al-Farisi ra.:

‎إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا زَهِدَ فِي الدُّنْيَا اسْتَنَارَ قَلْبُهُ بِالْحِكْمَةِ وَتَعَاوَنَتْ أَعْضَاؤُهُ عَلَى الْعِبَادَةِ

“Sesungguhnya seorang hamba, apabila zuhud terhadap dunia, maka hatinya akan bercahaya dengan hikmah, dan seluruh anggota tubuhnya akan menolongnya dalam beribadah.”‎

2. ‎Makhluk

Makhluk sering kali menjadi sebab yang melalaikan manusia dari beribadah, bahkan dapat menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendekat kepada Allah SWT. Terlebih pada masa kini, ketika nilai-nilai agama sering dianggap asing dan ganjil di tengah arus kehidupan dunia yang serba sibuk dan materialistis. Rasulullah ﷺ bersabda:

‎يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، الصَّابِرُ فِيهِ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang suatu masa kepada manusia, di mana orang yang berpegang teguh pada agamanya bagaikan orang yang menggenggam bara api. (HR. At-Tirmidzi)”.

Dalam situasi seperti ini, penawarnya adalah uzlah; yaitu mengasingkan diri untuk memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Namun, uzlah tidak selalu berarti menarik diri secara fisik dari masyarakat, melainkan menjaga hati agar tetap tenang dan bersih di tengah hiruk-pikuk dunia. Seorang yang beruzlah sejati tetap menjalankan tanggung jawab sosial dan keluarganya, namun hatinya senantiasa terpaut kepada Allah dan terjaga dari hiruk dunia yang melalaikan.‎


3. Syaitan

Syaitan diciptakan oleh Allah SWT sebagai ujian sekaligus musuh yang nyata bagi manusia, agar mereka berjuang menahan diri dari godaan maksiat dan menapaki jalan ketaatan.

‎إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا

“Sesungguhnya syaitan adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh.” (QS. Fathir: 6)

Kehadiran syaitan mengandung hikmah besar: agar manusia memahami makna perjuangan dan meraih kemenangan sejati. Sebab, tiada kemenangan yang bernilai tanpa adanya ujian dan perlawanan. Syaitan pun tidak beraksi sendirian. Ia memiliki banyak sekutu berupa sifat dan perbuatan tercela seperti kezaliman, kekufuran, pengkhianatan, pengabaian amanah, adu domba (namīmah), kemunafikan (nifāq), dan penipuan. Melalui jalan-jalan inilah ia berusaha menyesatkan manusia dari cahaya kebenaran menuju kegelapan dosa.


4. Nafsu

Setiap manusia diciptakan dengan membawa nafsu sebagai bagian dari fitrahnya. Tanpa nafsu, manusia tidak akan memiliki dorongan untuk makan, bekerja, atau menikah. Namun, apabila nafsu tidak dikendalikan oleh akal dan iman, ia akan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kebinasaan. Nafsu merupakan rintangan terbesar dalam perjalanan spiritual manusia, karena ia adalah musuh dari dalam diri berbeda dengan dunia, makhluk, dan syaitan yang datang dari luar. Nafsu tidaklah untuk dimatikan, tetapi dikendalikan dan disucikan (tazkiyatun-nafs), agar berubah menjadi kekuatan yang mendorong pada amal saleh, bukan pada dosa dan maksiat.


Keempat hal inilah dunia, makhluk, syaitan, dan nafsu yang menjadi penghalang utama manusia dalam mencapai kesempurnaan ubudiyah kepada Allah SWT. Barang siapa mampu menundukkan keempatnya, maka ia akan meraih ketenangan jiwa dan merasakan kedekatan sejati dengan Sang Pencipta.



Posting Komentar

0 Komentar