Pengertian Kalam dalam Ilmu Nahu

Kalam Ilmu Nahu
Imam ash-Shanhaji dalam kitabnya Mendefenisikan kalam sebagai berikut :

الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع

Kalam adalah lafadh yang murakkab yang berfaedah dengan wadha’ (kasad)

Berikut uraian tentang kalam Imam Shanhaji tersebut;

1. اللفظ secara etimologi menurut bahasa, lafadh adalah membuang. Seperti perkataan orang Arab;
أكلت التمرة ولفظت بالنواة
Sedangkan secara terminologi adalah suara yang terdiri dari sebagian huruf hijaiyah, baik secara pada hakikat seperti lafadh زيد , memang terdiri dari huruf hijaiyah yaitu za , ya dan dal atau terdiri dari huruf hijaiyah secara hukum saja sepeti dhamer mustatir pada fi’il amar yang mufrad seperti قم, maka قم itu pada hukum kalimat yang dilafadhkan pada hakikat.

2. المركب artinya yang tersusun minimal dari dua kalimat atau lebih dengan susunan tarkib isnadi, baik tarkib secara hakikat ataupun pada hukum tarkib saja. Contoh yang tersusun secara hakikat قام زيد, memang tersusun dari lafadh قام dan زيد atau hanya pada hukum tarkib saja seperti lafadh زيد yang menjadi jawaban dari pertanyaan من الجائى (siapa yang datang?) di jawab زيد saja. Asal tarkibnya adalah الجائى زيد

3 المفيد, artinya yang faedah dengan isnad, yaitu telah menghasilkan satu berita sehingga bila mutakallim berhenti, pendengar telah ada satu kesimpulan dan tidak menanti kalimat selanjutnya. Beda halnya bila, kita hanya mengucapkan غلام زيد (anak si zaid), pendengar akan menunggu dan bertanya-tanya, ada apa dengan anak si zaid!

4. بالوضع artinya wadha’ arabi.

الوضع العربي هو جعل اللفظ دليلا على المعنى

Wadha’ Arabi adalah menjadikan lafadh yang menunjuki kepada satu makna.

Penjelasannya, kalam itu merupakan sebagian dari wadha’ arabi sebagaimana yang telah diutarakan oleh sebagian ulama. Mayoritas pensyarah kitab Ajurrumiyah berkata; maksud بالوضع disini adalah qasad, artinya mutakallim mengqasad memberi faedah kepada orang yang mendengar. Khilafiyah ini terbina atas khilaf pada masalah dalalah kalam apakah wadh’iah ataupun ‘aqliah. Pendapat yang ashah (kuat) adalah dalalah kalam itu ‘aqliah, karena siapa yang mengetahui makna zaid misalnya, dan tahu makna qaimun, dan mendengar kata-kata زيد قائم dengan ‘irabnya yang terkhusus maka ia paham dengan mudah makna kalam ini.

Empat ketentuan di atas adalah untuk kalam dalam istilah nahu.

Maka keluar dengan ketentuan pertama (lafadh) tulisan, isyarah, dan seumpamanya. Semuanya tidak di namakan kalam, tetapi hanya sebagai daal kepada kalam (yang menunjuki kepada kalam).

Keluar dengan ketentuan yang kedua yaitu murakkab, mufrad seperti lafadh زيد dan juga murakkab yang bukan murakab isnadi, sepeti murakkab idhafi, contohnya lafadh عبد الله dan murakkab majzi, contoh بعلبك, dan murakab isnadi yang telah di jadikan sebagai nama (‘alam) seperti تأبط شرا laqab untuk seseorang, dan زيد قائم yang di jadikan sebagai nama sesuatu.

keluar dengan ketentuan yang ketiga, yaitu المفيد; kalam yang tidak menghasilkan satu pemahaman seperti jumlah shilat, sifat, hal, khabar, jumlah syarat, qasam saja, dan jumlah jawab saja.

Maka contoh; ان قام زيد (jika berdirilah si zaid) tidak dinamakan dengan kalam karena tidak menghasilan satu pemahaman, namun satu susuan yang terdiri dari fiel, isem dan huruf seperti contoh di atas dinamakan dengan kalim.

Keluar dengan yang keempat, yaitu wadha’ (qasad), lafadh yang tidak di sengaja seperti kalam yang keluar dari mulut orang tidur, lupa, dan pemabuk, maka tidak di namakan sebaga kalam.

wallahua’lam.

Sumber;

Beberapa syarah dan hasyiah kitab Ajurrumiyah

Post a Comment

0 Comments