Ketika Imam Syafi’i Lupa Hafalan



Imam Syafi’i adalah salah seorang pemilik IQ tertinggi didunia dan dikenal memiliki daya hafalan yang luar biasa. Setiap suara yang pernah masuk ke telinganya akan mudah beliau ingat dan tak jarang terhafal dengan sendirinya. Penulis pernah mendengar Habib Ali Zainal Abidin bercerita bahwa setiap Imam Syafi’i berangkat dari rumah menuju mesjid, beliau selalu menutup telinganya. Hingga pada suatu hari, salah seorang sahabatnya mempertanyakan hal tersebut kepada Imam Syafi”i.


”Ya Syaikh, kenapa engkau selalu menutup telingamu setiap menempuh perjalanan dari rumah ke mesjid?”. Imam Syafi’i menjawab, “Wahai sahabaku, ketahuilah! seandainya aku membuka telingaku, niscaya aku akan menghafal semua suara yang pernah aku dengar sepanjang perjalanan dari rumah kesini (mesjid)”.
Dikisahkan, suatu ketika Imam Syafi’i pergi ke pasar untuk berbelanja buah kurma demi kepentingan keluarganya. Disaat sedang melakukan transaksi dengan penjual, beliau mengambil sebutir untuk dicicipi demi memastikan kurma yang akan dibeli manis atau tidak. Setelahnya barulah beliau melakukan pembayaran.


Ternyata, “hal kecil” yang beliau lakukan tersebut sangat berimplikasi dan berpengaruh terhadap daya hafalan Imam Syafi’i. Bila sebelumnya beliau memiliki kekuatan hafalan yang luar biasa, setelah kejadian tersebut daya hafal Imam Syafi’i sedikit terganggu dan mengalami penurunan.
Kemudian Imam Syafi’i beranjak untuk menjumpai salah seorang gurunya, yaitu al-Waki’ untuk mencari solusi dan mengadukan persoalan yang sedang beliau hadapi.
Kejadian ini beliau abadikan dalam salah satu syairnya:


شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي


“Aku pernah mengadu kepada guruku al-Waki’ tentang buruknya hafalanku. Kemudian beliau memberi pengarahan kepadaku untuk meninggalkan maksiat. Dan juga mengabarkan bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat”.

Ibrah


Dari kisah diatas kita dapat belajar bahwa sekecil apapun maksiat yang kita lakukan akan memiliki implikasi dan berpengaruh besar terhadap hafalan yang kita miliki. Dilihat dari neraca fiqh, bisa saja perbuatan yang dilakukan oleh Imam Syafi’i tidak dapat dikatakan maksiat, karena beliau mengambil kurma tersebut atas persetujuan penjual dan kemudian juga melakukan pembayaran. Tapi ternyata hal kecil tersebut berefek terhadap daya hafal beliau.


Barangkali cerita ini dapat menjadi jawaban dari problema yang sering kita hadapi, yakni lupa. Mudah-mudahan Allah senantiasa menjaga kita semua dari berbagai macam perkara yang dapat mengerus ilmu yang sudah tertanam dalam dada. Amien..(al-Faqeer)



Post a Comment

1 Comments