ABU MUDI: Karamah Para Auliya itu Ada

abu mudiPada tanggal 26 Juni 2015 seorang Doktor yang merupakan Dosen di salah Universitas terkemuka di Aceh menyatakan di SERAMBINEWS bahwa tidak ada Karamah pada para Waliyullah/Orang Shalih.

Pertanyaan:
Apakah benar tidak ada Karamah pada para Waliyullah/Orang Shalih ?

Jawaban:
Tidak benar.
Berikut kami sajikan intisari pengajian Kitab Fatawa Haditsiyah karangan Syekhuna Ibnu Hajar Al-Haitami asuhan Abu Syekh Hasanoel Basri pada bulan Ramadhan Tahun 2014.

Syaikhul Islam Imam Ibnu Hajar al-Haitami di tanyakan apakah karamah aulia memang benar ada?

Syaikhul Islam Imam Ibnu Hajar al-Haitami menjawab:

Karamah aulia adalah benar ada, ini adalah keyakinan ulama Ahlus sunnah wal jamaah yang terdiri dari para fuqaha’, ulama ushul, ulama hadits dan para ulama spesialis ilmu lainnya. Hanya kaum mu’tazilah dan kelompok-kelompok yang mengikuti kesesatan mereka yang tidak mengakui adanya karamah aulia.

Beberapa karamah yang Allah sebutkan dalam al-quran:

  1. Kisah Siti Maryam yang mendapat makanan pada saat beliau dalam kamarnya sebagaimana di ceritakan dalam al-quran surat Ali Imran 37:

    كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

    Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.(Q.S. Ali Imran 37)

  2. Kisah Siti Maryam ketika menggoyangkan pohon kurma, seketika itu juga pohon kurma terebut berbuah dan masak dan berguguran buah kurma, padahal saat tersebut bukanlah musim kurma. Hal ini Allah ceritakan dalam al-quran surat Maryam ayat 25:

    فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)

    Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan."(23) Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.(24) Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. (25) (Q.S. Maryam 23-25)

  3. Kisah Khidir bersama Nabi Musa yang melakukan tiga hal yang ganjil yang di pertanyakan oleh Nabi Musa, yaitu merusak sampan milik orang miskin, membunuh anak anak kecil, dan menegakkan dinding rumah di desa yang penduduknya tidak mau menjamu mereka. Hal ini baru bisa di jadikan sebagai contoh karamah ualia bila berdasarkan pendapat bahwa Khidir bukanlah Nabi tetapi aulia Allah (namun pendapat yang kuat bahwa beliau adalah Nabi) sebagaimana Allah ceritakan dalam al-quran surat al-Kahfi ayat 65 - 82 :

     فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (65) قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (66) قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (67) وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (68) قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (69) قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا (70) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا (71) قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (72) قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا (73) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا (74) قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (75) قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا (76) فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا (77) قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (78) أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا (79) وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا (80) فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا (81) وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (82)

    Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (65) Musa berkata kepada Khidhir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"(66) Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.(67) Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"(68) Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun."(69) Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu."(70) Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhir melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. (71) Dia (Khidhir) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku."(72) Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku."(73) Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhir membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar." (74) Khidhir berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" (75) Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku" (76) Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu "(77) Khidhir berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya (78) Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera (79) Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran (80) Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya) (81) Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya."(82).

  4. Kisah Zulqarnain yang membuat benteng dari tembaga untuk membendung kaum Ya’juj dan Ma`juj, sebagaimana Allah ceritakan dalam surat al-Kahfi:

    آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا حَتَّى إِذَا جَعَلَهُ نَارًا قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا (96) فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْبًا (97

    Berilah aku potongan-potongan besi." Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: "Tiuplah (api itu)." Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu."(96) Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. (97)

  5. Kisah Ashabul kahfi dan anjing yang tidur dalam gua selama 309 tahun sebagaimana Allah ceritakan dalamm surat al-Kahfi ayat 9 – 25.

  6. Kisah Ashif bin Barikha yang memindahkan istana Ratu Balqis dalam sekejap ke tempat Nabi Sulaiman as, sebagaimana Allah ceritakan dalam al-quran surat an-Namlu ayat 40:

    قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (40

    Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (Q.S. an-Namlu 40)

9 Ramadhan 1435 H
Pengajian Fatawa Hadistiyah Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami ba'da Shubuh di Mesjid Raya Komplek LPI MUDI Mesjid Raya

Post a Comment

13 Comments

  1. Asalamua'laikum Tengku,

    InshaAllah dengan penjelasan di atas boleh berkesimpulan bahwa karamat atau karamah itu ada.
    Saya ada beberapa pertanyaan tentang karamat/karamah tersebut
    1.Bagaimana jikalau orang yang karamat/karamah itu telah meninggal dunia, apakah makamnya/kuburnya akan juga karamat/karamah ?
    2.Dari beberapa tradisi masyarakat aceh saya ada melihat tradisi mengunjungi kuburan yang di "keramatkan", ada yg untuk berdoa kepada yg dikubur di kuburan tersebut dan aja juga ajang meminta doa yg berbagai macam dari kuburan yg di keramatkan tersebut, bagaimanakah hukum islam dalam hal tersebut ?

    Mohong penjelasan tengku-tengku akan masalah tersebut di atas.

    Terima Kasih

    TTD
    Abdullah

    ReplyDelete
    Replies
    1. ًWa'alaikum salam wr wb.
      1. Bukan kuburnya yang karamah tapi Auliya yang telah meninggal itu, karena bila seseorang telah diberi karamah semasa hidupnya maka setelah meninggal juga masih karamah.

      2. Bukan meminta do'a dari kuburan tapi meminta untuk didoakan pada Auliya yang ada dalam kubur tersebut/dikenal dengan tawassul, tawassul itu dianjurkan dalam islam.

      Delete
    2. Asalamua'laikum Tengku

      Untuk poin no 1 inshaAllah telah jelas perjelasannya bahwa keramat/karamah itu ada dan hanya Allah sahaja yang akan memilih dan memilah yang Dia berikan kepada yang terpilih.

      Untuk poin kedua saya masih agak kurang dalam memahami tentang minta didoakan Auliya Allah yang ada dalam kubur (tawassul) mungkin karena minimnya ilmu saya dalam masalah ini, mohon kepada tengku untuk memberi sedikit penjelasan terkait tawassul tersebut. Karena dalam pemahaman saya mungkin bergini tengku. Ada beberapa hal yang menggajal hari saya dalam memahami hal tersebut:
      1.Auliya Allah tersebut sudah meninggalkan dunia yang fana ini dan telah berada dalam alam kubur yang bermakna telah berhenti hubungan manusia-manusia. Yang menjadi pertanyaannya
      Bagaimana bisa orang yang sudah meninggal mendoakan yang masih hidup ?
      mgk kalau orang hidup masih mungkin untuk mendoakan yang sudah meninggal seperti yang umum dilakukan masyarakat indonesia (Tahlilllan).

      2.Tidakkah kita diwajibkan hanya untuk berdoa kepada Allah langsung
      seperti dalam penjelasan ayat di bawah ini :

      *Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS. Ghafir: 60)

      **Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”.” (QS. Yunus: 18)

      ***Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.(QS. Az Zumar: 2)

      ****Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.(QS. Az Zumar: 3)

      Saya mohon kepada tengku untuk bisa menjelaskan sedikit dari pertanyaan no 2 saya, tujuan saya menanyakan ini hanya untuk menambah ilmu saya yang saya kira masih sangat minim ini.

      Mohon maaf jikalau ada khilaf dalam memahami jawaban tengku dan juga dalam menyakan masalah tersebut diatas.

      Sebelum itu saya sangat berterima kasih atas jawabnya tengku

      TTD
      Abdullah

      Delete
    3. kepanjangan tuh om,,sebaiknya datang langsung ke pondoknya di aceh,,biar pertanyaan anda ini cepat selesai dan tidak membingungkan pembaca lainnya dengan dalil yang telah anda bawa itu,,salam kenal gan ,,

      Delete
  2. Sangat jelas pembahasannya,saya sangat terkesan dengan tulisan ini..

    ReplyDelete
  3. terima kasih atas penjelasannya. Berarti tidak mempercayai adanya karamah adalah tidak mempercayai isi al-quran.

    ReplyDelete
  4. Bila mati anak adam sudah putus hubungan kecuali 3 hal. Itu pun yang mereka usahakan sendiri semasa hidup. Seperti mendidik anaknsupaya soleh, menyisih harta untuk sedekah yang herguna, dan membagi bagi ilmu yang bermanfaat. Maka jangan percaya kuburan itu keramat.

    ReplyDelete
  5. Keramat itu bukan untuk level mutakhirin apalagi alim tanggung. Jangannkan pengetahuan ttg agama belum sempurna, hafalan alquraan dan hadist saja belum seberapa.

    ReplyDelete
  6. Keramat tidak diberikan kepada ahli bidah ,baik bidah dholalah maupun bidah makruhah yang doyan makan makan di rumah kematian.

    ReplyDelete
  7. Hey wobakasi,, memang kenapa makan dirumah kematian asalkan hidangannya bukan dari ahli mayit,, jangan tertipu dengan WAHABI hampir masuk tahun 2016 :)

    ReplyDelete
  8. Allah saja bertawasul lewat jibril untk mnyampaikan wahyu..yg prl qt tau..ajaran br dari.najed yg dibawa mhhmad ben wahab itu drmn ilmu@?

    ReplyDelete
  9. Allah saja bertawasul lewat jibril untk mnyampaikan wahyu..yg prl qt tau..ajaran br dari.najed yg dibawa mhhmad ben wahab itu drmn ilmu@?

    ReplyDelete