Bolehkah Menerima Barang Haram dari Orang Lain?


Dewasa ini kita mungkin sering menemukan pelaku kriminal yang menampakkan dirinya seolah menjadi orang yang fanatik dengan agama, sehingga kerap kali mereka membantu dan memberikan sedekah kepada para ulama maupun santri yang mondok di pesantren.

Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana konsekuensi yang diterima oleh orang yang mengambil barang (harta) dari pelaku kriminal tersebut?

Untuk menjawab hal ini, Syekh Zainuddin Al Malibari mengutip penjelasan imam Al-Baghawi dan menybutnya dalam kitab Fathu Al-Mu'in juz.3 hal.9 cet.Haramain. bahwa jika mengambil sesuatu yang disangka halal -padahal aslinya haram- dari orang lain dengan cara yang dibolehkan agama, seperti membeli, dihibah, maupun sedekah. Maka status barang yang diambil tergantung kondisi dhahir si penjual atau pemberi barang, jika dhahirnya baik maka orang yang menerima barang tersebut tidak dituntut di akhirat, namun jika dhahir nya tidak baik maka penerima barang akan dituntut di akhirat. 

Kondisi dhahir ini tentunya bisa kita ukur dari apa yang kita ketahui tentang si pemberi barang tersebut, misalnya kita tahu bahwa ia banyak harta tetapi tidak memliki pekerjaan yang banyak pemasukan, maka kita bisa tahu bahwa dia adalah seorang pengusaha barang haram, begitu juga jika kita membeli barang yang bagus tetapi dengan harga yang sangat murah dan dibawah harga pasaran normal, maka kemungkinan besar dia adalah pencuri yang menjual hasil curian.

Redaksi nya : 

(فائدة) لو أخذ من غيره ما ظن حله وهو حرام باطنا فإن كان ظاهر المأخوذ منه الخير لم يطالب في الآخرة والا طولب قاله البغوي.

Posting Komentar

0 Komentar