Akad nikah adalah akad yang begitu sakral dan berarti bagi kehidupan setiap orang. Akad nikah berisi pernyataan kesediaan bertanggung jawab penuh terhadap ketentuan Allah SWT yang dibebankan ke pundak suami dan istri. Semua orang tentu menginginkan akad nikahnya penuh berkah, sehingga tidak sedikit dari mereka yang melangsungkannya dalam mesjid. Itu karena orang memercayai bahwa akad nikah itu sendiri sebaiknya dilakukan di dalam masjid demi memperoleh pahala. Namun, mungkin sebagian orang masih ragu bagaimana sesungguhnya hukum dan kebolehan melakukan akad nikah dalam mesjid. Lalu, bagaimanakah sebenarnya hukum melangsungkan akad nikah di dalam masjid?
Melangsungkan
akad nikah pernikahan dalam mesjid itu disunahkan sebagaimana yang tertera
dalam banyak kitab turast fiqh syafi'iyah, seperti dalam kitab Mughni
al-Muhtaj, Nihayah al-Muhtaj, dan Hasyiah al-Syarwani ‘ala Tuhfah
al-Muhtaj dengan redaksi yang sama,
وَيُسَنُّ أَنْ يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ، وَأَنْ
يَدْخُلَ فِيهِ، وَأَنْ يَعْقِدَ فِي الْمَسْجِدِ، وَأَنْ يَكُونَ مَعَ جَمْعٍ
وَأَوَّلَ النَّهَارِ.
Artinya
: "Disunahkan nikah di bulan Syawal, dan bersetubuh di bulan itu, dan
melangsungkan akadnya dalam mesjid, dihadiri banyak orang, dan melakukannya di pagi
hari."
Dari
redaksi kitab di atas, sangat jelas tentang kesunnahan melakukan akad nikah
dalam mesjid. Meskipun nikah tetap sah andai dilangsungkan di tempat selain
mesjid seperti KUA dan sebagainya.
Dalam
kitab Ha>syiah I’a>nah al-Thalibi>n ‘ala Halli Alfa>zh
Fath al-Mu’in juga disebutkan dengan sangat jelas
tentang kesunahan nikah di mesjid dengan redaksi sebagai berikut:
(قوله: وأن يكون الخ) ... ويسن أن يكون العقد
في المسجد. قال في التحفة: للأمر به في خبر الطبراني. اهـ. وهو أعلنوا هذا النكاح،
واجعلوه في المساجد، واضربوا عليه بالدفوف، وليولم أحدكم ولو بشاة، إلخ. وقال في
شرحه: قوله أعلنوا هذا النكاح، أي أظهروه إظهار السرور. وفرقا بينه وبين غيره
واجعلوه في المساجد مبالغة في إظهاره واشتهاره، فإنه أعظم محافل الخير والفضل.
Artinya:
“Disunnahkan untuk melakukan akad nikah di dalam mesjid. Imam Ibnu Hajar
berkata, karena ada perintah hal tersebut dalam hadis al-Thabrani, hadisnya yaitu;
Umumkanlah akad nikah itu, lakukan ia di dalam mesjid, dan tabuhlah rebana
untuknya, hendaknya salah satu kamu melakukan walimah walaupun hanya dengan
satu kambing. Imam al-Thabrani beliau berkata dalam syarahannya, perkataan
Nabi; umumkanlah akad nikah itu adalah untuk bertujuan menampakkan rasa senang
dan bahagia, dan bertujuan untuk membedakan antara nikah dan selainnya, dan perkataan
Nabi; lakukan ia dalam mesjid adalah bertujuan untuk lebih menampakkan
kebahagiaan tersebut, dikarenakan mesjid adalah yang paling utamanya tempat
untuk berkumpulnya perbuatan mulia dan kebaikan”.
Dari
redaksi kitab di atas sangat jelas terhadap kesunahan untuk melangsungkan akad
nikah dalam mesjid, ini dikarenakan adanya perintah untuk mengumumkan akad nikah
yang bertujuan untuk menampakkan rasa senang dan bahagia, dan diperintahkan di
dalam mesjid untuk lebih menampakkan kebahagiaan tersebut, dikarenakan mesjid
adalah yang paling utamanya tempat untuk berkumpulnya perbuatan mulia dan
kebaikan.
Dan
melihat redaksi kitab di atas, bisa di pastikan bahwa akad nikah dalam mesjid
itu hukumnya sunah dengan tujuan untuk mengharapkan keberkahan dan diketahui
banyak orang, dan malahan mayoritas para ulama mereka juga berpendapat bahwa
akad nikah dalam mesjid itu sunah sebagaimana yang tertera dalam kitab Al-Mausu'ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah dengan redaksi sebagai berikut:
إستحب جمهور الفقهاء عقد النكاح في المسجد للبركة،
ولأجل شهرته، فعن عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله ﷺ: أعلنوا هذا النكاح واجعلوه
في المساجد واضربوا عليه بالدفوف.
Artinya: Mayoritas para ’ulama mengemukakan bahwa sunah akad nikah di Masjid karena berkah, dan karena agar diketahui orang banyak. Sayyidah ‘Aisyah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: Beritahulah akan pernikahan dan selenggarakanlah resepsi pernikahan di Masjid dan pukullah duf.
Perlu digarisbawahi, kesunnahan ini juga dengan aturan dan ketentuan yang berlaku dalam Islam terkait hukum-hukum mengenai mesjid, misalnya dengan ketentuan tetap menjaga kehormatan mesjid, dilarang masuk orang yang sedang berhadas besar seperti wanita yang sedang menstruasi dan lain sebagainya, ketentuan ini tentu sangat beralasan karena menyangkut dengan mesjid yang merupakan tempat yang suci dan mulia yang mesti di jaga kehormatannya.
Sumber:
1.
Hasyiah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj bi Syar hal-Minhaj, Jld. VII, (Mesir:
Mathba’ah al-Halabi, tt), h. 189.
2. Al-Ramli, Syams al-Di>n, Muhammad
bin Abi al-Abbas bin Ahmad bin Hamzah ibn Syiha>b al-Di>n, Nihayah al-Muhtaj
ila> Syar hal-Minha>j,
Jld. VI, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2009), h. 185.
3. Al-Ima>m, Syams al-Di>n, Muhammad bin al-Khati>b
al-Syarbini, Mughni al- muhta>j ila Ma’rifah Alfa>dhi al-Minha>j, Cet.
I, Jld. IV, (Beirut: Da>r
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000), h. 207.
4. Al-Sayyid Abi> al-Bakr al-Sayyid al-Bakri> bin Al-Sayyid Muhammad Sya>tha> al-Dimya>thi al-Mishr, Ha>syiah I’a>nah al-Thalibi>n ‘ala Halli Alfa>zh Fath al-Mu’in, Jld. III, (Surabaya: Al-Haramain, 2007), h. 273.
5. Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Jld. XXXVII, h. 214.
0 Komentar