Ungkapan karamah mungkin tidak asing lagi
bagi ummat muslim, apalagi dikalangan para pengikut thariqat sufi bahkan
kadang-kadang mengeklaim pada diri mereka terdapat karamah. Menurut Aqidah
Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini adanya karamah pada para wali-wali Allah
adalah suatu kewajiban, beda halnya dengan Aqidah Muktazillah yang menafikan
adanya karamah karena beralasan akan terjadi ketidakjelasan antara karamah dan
mukjizat dan hal ini sudah diberikan peringatan dalam nazham Jauharah Tauhid
oleh Syaikh Ibrahim al-Laqani:
وَأَثْبِتَنْ للأوليا الكَرامَة وَمَنْ نَفَاهَا فَأَنْبِذَنْ كَلامَهْ
Artinya:“Dan tetapkan olehmu bagi para wali akan karamah dan
tinggalkan perkataan orang yang menafikannya.”
·
Apakah yang dimaksud dengan karamah?
Karamah secara bahasa
adalah sesuatu yang dengannya dimuliakan tamu dan lainnya. Secara istilah
sebagaimana disebutkan oleh para ulama adalah perkara yang menyalahi adat kebiasaan,
tidak disertai dengan klaim kenabian atau kerasulan dan bukan juga muqaddimah
bagi klaim itu , Allah nampakkan pada orang shalih yang konsisten dalam
mengikuti Nabi Saw dalam segala syariat yang dibebankan kepadanya, beserta
mempunyai i’tiqad dan pengamalan yang benar. Dalam al-Iqtishad imam Ghazali
menambahkan baik diminta ataupun tidak, namun Allah berikan karena adanya
hajat.
Karamah itu terjadi
hanya para wali Allah, wali Allah secara umum adalah semua orang mukmin.
Sedangkan wali Allah yang khusus adalah orang yang mengenal Allah baik zat
maupun sifat-sifat-Nya kadar kemungkinan (sampai pada makrifah yang tinggi),
konsisten dalam ketaatan, menjauhkan dirinya dari segala kemaksiatan, yang
berpaling dari menyebukkan dirinya dalam kelazatan dan syahwat yang mubah.
·
Apakah dalil adanya karamah?
Dalil adanya karamah
para wali sangat jelas diceritakan dalam al-Qura`an maupun hadits, dalam
al-Qur`an terdapat kisah Maryam yang diberikan rezeki buah-buahan padahal belum
musimnya, melahirkan Isa tanpa Ayah dan ketika melahirkan Isa beliau berteduh
dibawah pohon kurma kemudian Allah perintahkan untuk menggoyang pohon kurma
agar jatuh buahnya, tentu secara adat perempuan tidak mampu menggoyangkan pohon
kurma dan buah kurma tidak akan jatuh hanya dengan menggoyangkannya dan juga
kisah penghuni goa yang hidup dalam goa ratusan tahun tanpa makan dan minum,
kisah Ashif yang mampu memindahkan Kerajaan ratu balqis ke Palestina hanya
sekejap mata Nabi Sulaiman.
Sedangkan dalam hadits
kita perdapatkan kisah karamah para shahabat seperti yang diriwayatkan oleh
imam Bukhari tentang kisah syahidnya sayyidina khubaib dan mendapati buah
anggur segar sedangkan beliau dipenjara di Makkah tubuhnya diikat dengan besi
dan pada waktu itu Makkah belum musim anggur dan buah lainnya dan banyak lagi
kisah-kisah lainya yang terdapat dalam kitab-kitab hadits yang shahih.
·
Apa saja kalimat-kalimat yang hampir sama dengan karamah dan apa
perbedaanya?
Perkara-perkara yang menyalahi adat ada beberapa macam:
1. Jika nampak pada Nabi maka dinamakan Mu’jizat.
2. Jika nampak pada manusia pilihan yang akan
menjadi Nabi maka dinamakan irhash, seperti dibelah dada Nabi Muhammad
Saw dan ditutup rapi tanpa meninggalkan bekas dll.
3. Jika nampak pada orang shalih maka itu
adalah karamah
4. Jika nampak pada umumnya orang muslim dinamakan
Ma’unah seperti orang yang dikejar binatang buas dan dia mampu melompat
pagar yang secara adat tidak mampu untuk dilewatinya.
5. Jika nampak pada tangan orang yang pendusta
yang mengeklaim dirinya nabi maka dinaman ihanah. Seperti Musailamah
yang yang meludah kedalam air supaya meresap ke tanah maka secara spontan air
itu meresap setelah diludahnya.
6. Jika nampak pada tangan orang fasik atau
kafir maka dinamakan istidraj seperti yang kita saksikan pada para
penyihir dari orang fasek atau orang kafir.
·
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah karamah.
1. Tidak disyaratkan pada setiap wali adanya
karamah, maka ada juga wali tapi tidak nampak karamah padanya.
2. Nampak perkara yang menyalahi bagi adat tidak
serta merta orang itu menjadi wali akan tetapi mesti diperhatikan amalnya dan
telah kita bahas perkara yang menyalahi adat juga ada dinampakkan pada tangan
orang kafir.
3. Ulama berkata: “Istikamah adalah karamah
itu sendiri.” Maka apabila seorang hamba memelihara dirinya dari kemaksiatan
maka sungguh Allah telah memberi dia karamah dan memelihara dia dari perbuatan
yang kotor. Dan apabila Allah memberi taufik kepadanya untuk konsisten dalam
mengerjakn syariat maka dia diberikan karamah dengan menempuh jalan yang layak
dan paling bermanfat bagi dunia dan akhirat.
4. Kebiasan pada wali menyembunyikan
keramahnya. Jika perlu dinampakkan maka hal itu karena ada alasan dan hikmah
tertentu.
5. Ketika adanya karamah pada seseorang maka
ciri-ciri orang tersebut tidak akan menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal. Maka tolak ukurnya adalah syariat, syariat merupakan hujjah bagi
setiap manusia, tidak ada perbuatan dan perkataan seseorang yang menjadi hujjah
kecuali Rasulullah Saw. Wallahu a’lam.
Refeensi: Syaikh Nuh
Ali Salman al-Qudhah, al-Mukhtashar al-Mufis Fi Syarhi Jauharah al-Tauhid, hal,
156-157, cet. Darul razi, oman.
0 Komentar