Zakat Kelapa Sawit Dalam Mazhab Syafii

Zakat Kelapa Sawit dalam Mazhab SyafiiIndonesia merupakan Negri yang subur, sehingga dapat di tanami berbagai macam tanaman produktif. salah satu tanaman produktif yang sangat menjanjikan yang banyak di kembangkan di negara kita ini adalah kelapa sawit, baik milik masyarakat maupun milik negara. Masyarakat yang memiliki kebun sawit akan memiliki harapan penghasilan yang menjanjikan apalagi ketika harga sawit sedang melonjak tinggi.

Pertanyaan:
Apakah kelapa sawit juga di wajibkan zakat berdasarkan Mazhab Syafii?

Jawaban:
Dalam Mazhab Syafii hasil tanaman yang di kenakan zakat hanyalah kurma, anggur dan makanan pokok yang lain. Hal ini berlandaskan perintah Rasulullah SAW kepada shahabat Mu`az bin Jabal ketika beliau di utus ke negri Yaman, Rasulullah bersabda:
" لا تأخذ العشر إلا من أربعة : الحنطة ، والشعير ، والنخل ، والعنب "
“ jangan engkau ambil kadar 1/10 untuk zakat malainkan dari empat macam tumbuhan, yaitu gandum, biji sya’ir, kurma dan anggur.”(H.R. Baihaqi)

Imam Syafii memahami illat wajib zakat kepada 4 macam hasil tanaman tersebut adalah makanan pokok (iqtiyat) dan tahan lama sehingga bisa di simpan sebagai bekal makanan pokok (iddikhar). Adapun pembatasan Rasulullah dalam hadits hanya kepada 4 macam jenis tanaman karena di Yaman saat itu hanya terdapat empat macam jenis tanaman di atas yang di manfaatkan sebagai makanan pokok, dengan kata lain hashar dalam hadits tersebut adalah hatsar idhafy. Maka biji-bijian yang lain yang dapat di manfaatkan sebagai makanan pokok juga wajib zakat seperti beras, jagung dan beberapa jenis kacang-kacangan.

Sedangkan selain dari jenis tanaman tersebut maka tidak di wajibkan, karena tidak ada dalil hadits yang dapat di jadikan hujjah sebagai landasan kewajiban tersebut. Kalau seandainya jenis tanaman yang lain juga di wajibkan zakat pasti akan ada riwayat baik perbuatan maupun ucapan Rasulullah yang mengisyaratkan kepada wajibnya zakat pada tanaman tersebut sebagaimana ada riwayat yang menceritakan Rasulullah mewajibkan zakat pada kurma dan anggur, padahal pada masa tersebut, di jazirah Arab sendiri juga terdapat berbagai jenis tanaman yang lain.

Maka dapat disimpulkan bahwa tanaman yang wajib di zakati terbatas hanya pada yang disebutkan dalam nash atau tanaman lain yang mengandung makna yang sama seperti yang ada dalam nash.

Dalam qaul qadim, Imam Syafi’i pernah berpendapat wajib zakat pada beberapa jenis tanaman yang bukan makanan pokok, yaitu buah zaitun, za’faran (Crocus Sativus), waras (sejenis tanaman serupa za`faran) dan qurthum (Carthamus). Hal yang mendasari beliau berpendapat wajibnya zakat pada beberapa tumbuhan diatas adalah karena beliau berpegang pada beberapa Atsar Shahabah. Dimana dalam qaul qadim Imam Syafii, qaul shahabah bisa dijadikan sebagai hujjah selain dari al-quran, hadits, ijmak dan qiyas.

Misalnya pada masalah zaitun, ada riwayat Umar ra yang di riwayatkan oleh Imam Baihaqi:

عن عمر رضي الله عنه أنه كتب إلى عامله بالشام أن يأخذ زكاة الزيتون .

Artinya: diriwayatkan dari Umar r.a bahwasanya beliau pernah menyurati pegawainya di negeri Syam untuk mengambil zakat dari buah zaitun. ( HR. Baihaqi)

Selain itu juga ada riwayat yang di riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas mewajibkan zakat pada zaitun.
Namun ketika sampai di Mesir, dalam qaul jadid Imam Syafii merujuk pendapat beliau yang mewajibkan zakat pada zaitun, beliau berpendapat bahwa zaitun, wars, qurthum, za`faran tidak wajib zakat karena semua hadits yang menerangkan kewajiban zakat pada beberapa jenis tanaman tersebut adalah dhaif dan sama sekali tidak dapat di jadikan hujjah dan merupakan qaul shahabat dimana dalam qaul jadid, Imam Syafii tidak menjadikan qaul shahabat sebagai hujjah hukum. Selain itu beberapa jenis tanaman tersebut juga tidak dapat di analogikan kepada jenis tanaman yang tersebut dalam hadits yang shahih, karena illat hukum wajib zakat kepada kurma dan anggur adalah makanan pokok dan bisa di simpan lama, kedua makna ini tidak ada pada zaitun, za`faran, qurthum dan wars.

Atas dasar inilah dalam qaul jadid jenis tanaman yang wajib di zakati hanyalah anggur, kurma dan semua jenis biji-bijian yang dapat di manfaatkan sebagai makanan pokok.

Maka dari uraian di atas dapatlah kita simpulkan bagaimana status hukum zakat pada tanaman sawit. Dalam mazhab Syafii, tanaman sawit tidak di kenakan kewajiban zakat dengan alasan karena ia bukan termasuk dalam jenis tanaman yang disebutkan dalam nash dan bukan pula jenis tanaman yang dapat di analogikan (qiyas) kepada beberapa jenis tanaman yang di sebutkan dalam hadits yang shahih, karena illat hukum wajib zakat pada tanaman adalah makanan pokok sedangkan sawit bukanlah makanan pokok sehingga tidak dapat sama sekali di qiyaskan kepada jenis tanaman yang ada dalam nash.


Namun, walaupun tidak wajib zakat, para pengusaha sawit haruslah memperbanyak infaq dan shadaqahnya karena dengan shadaqah Allah akan memberikan keberkahan dan menjauhkan pemilik harta dari mala petaka, selain itu orang kaya juga punya kewajiban membantu orang-orang miskin dan anak-anak yatim apalagi pada saat negara tidak memperdulikan keberadaan mereka.

Nash Kutub Mu`tabarah:
al Hawil Kabir Jld:4 Hal: 225-227 Cet.Darul Fikri
مسألة : قال الشافعي : " ولا تؤخذ صدقة شيء من الشجر غير العنب والنخل فإن رسول الله {صلى الله عليه وسلم} أخذ الصدقة منهما وكلاهما قوت ولا شيء في الزيتون : لأنه يؤكل أدما ولا في الجوز ولا في اللوز وغيره مما يكون أدما وييبس ويدخر : لأنه فاكهة : لأنه كان بالحجاز قوتا علمناه ولأن الخبر في النخل والعنب خاص " .
قال الماوردي : اعلم أن ما تنبته الأرض نوعان زرع وشجر ، فالزرع يأتي حكمه ، والشجر خرصه ، وزكاته ينقسم في الحكم ثلاثة أقسام ، قسم لا يختلف مذهب الشافعي وغيره أن زكاته واجبة ، وهو النخل والكرم وقد مضى الكلام فيهما ، وقسم لا يختلف مذهب الشافعي أن لا زكاة فيه وإن خالفه غيره وهو الرمان ، والسفرجل ، والتفاح ، والمشمش ، والكمثرى ، والجوز ، والخوخ ، واللوز ، وما عدا ما ذكر في القسم الماضي وما يذكر في القسم الآتي ، وقسم اختلف مذهب الشافعي في بعضه وعلق القول في بعضه ، وهو أربعة أجناس الزيتون ، والورس ، والزعفران والقرطم ، وعلق القول في خامس ليس من جنسها وهو العسل
فأما الزيتون فله في إيجاب زكاته قولان : أحدهما : وهو قوله في القديم فيه الزكاة ، وبه قال مالك : لقوله تعالى : وهو الذي أنشأ جنات معروشات وغير معروشات والنخل والزرع مختلفا أكله والزيتون والرمان متشابها وغير متشابه كلوا من ثمره إذا أثمر وآتوا حقه يوم حصاده " ، [ الأنعام : ] ، فاقتضى أن يكون الأمر بإتيان الحق راجعا إلى جميع المذكور من قبل . وروي عن عمر رضي الله عنه أنه كتب إلى عامله بالشام أن يأخذ زكاة الزيتون .
وروي عن ابن عباس رضي الله عنه أنه قال : في الزيتون العشر ، ولا مخالف لهما في أصحابه فكان إجماعا ، ولأن عادة أهل بلاده جارية بادخاره واقتنائه كالشام وغيرها مما يكثر نبات الزيتون بها ، فجرى مجرى التمر والزبيب ، فاقتضى أن تجب فيه الزكاة .

والقول الثاني : نص عليه في الجديد وهو الصحيح وبه قال ابن أبي ليلى والحسن بن أبي صالح لا زكاة فيه ، لما روي أن النبي {صلى الله عليه وسلم} لما بعث معاذا إلى اليمن قال له : " لا تأخذ العشر إلا من أربعة : الحنطة ، والشعير ، والنخل ، والعنب " ، فأثبت الزكاة في الأربعة ونفاها فيما عدا ذلك ، ولأنه قد كان موجودا على عهد رسول الله {صلى الله عليه وسلم} فيما افتتحه من مخاليف اليمن وأطراف الشام ، فلم ينقل أنه أخذ زكاة شيء منه ، ولو وجبت زكاته لنقلت عنه قولا وفعلا كما نقلت زكاة النخل والكرم قولا وفعلا ، ولأنه وإن كثر من بلاده فإنه لا يقتات منفردا كالتمر والزبيب ، وإنما يؤكل أدما ، والزكاة تجب في الأقوات ولا تجب في الإدام

Posting Komentar

0 Komentar