Sudah menjadi tradisi umat Islam di berbagai daerah melakukan shalat sunat dan berDoa secara khusus pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar, bahkan banyak yang melakukannya secara berjama’ah.
Para ‘Ulama berbeda pandangan dalam menyikapi hal ini. Sebagian ‘Ulama menganggap bahwa hadits yang menjelaskan tentang hal ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan kuat untuk meyakini turunnya bala pada hari tersebut, bahkan ada yang mengkategorikannya hanya sebagai kabar dari para ‘Ulama shalih, bukan bersumber dari hadits Nabi Muhammad Saw.
Namun, ada beberapa ‘Ulama dari kalangan shufi seperti Imam al-Dairabi dalam kitabnya Mujarrabat, Imam al-Buni dalam kitabnya al-Firdaus, Imam Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Nihayat al-Zain, Imam al-Kamil Farid al-Din dalam kitabnya Jawahir al-Khams, Imam Hamid al-Quds dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur, dan beberapa ulama lain mengatakan bahwa pada hari Rabu terakhir bulan Shafar, Allah Swt menurunkan bala. Karenanya, para ‘Ulama tersebut memberikan amaliyah khusus untuk menjaga diri atau menolak bala.
Tersebut dalam kitab Fawaid al-Ukhrawiyyah, Ta’liqah, Jami’ al-Fawaid, dan Tuhfat al-Mardhiyyah, bahwa pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar diturunkan 320.000 penyakit / bala ke dalam dunia ini. Maka pada hari Rabu itu terlebih payah dari sekian hari dalam setahun. Riwayat yang lain menyebutkan bahwa Allah Swt menurunkan bala` setiap tahunnya pada hari Rabu terakhir dalam bulan Shafar sebanyak 120.000. Menghadapi sunnatullah ini, disunatkan mandi dengan niat :
نَوَيْتُ الْغُسْلَ عَنْ شَهْرِ صَفَرَ وَ أَنْ يَمْضِيَ عَنْ فِتْـنَةِ الدَّجَّالِ سُنَّةً ِللهِ تَعاَلىَ
“Sahaja saya mandi pada bulan Shafar agar dijauhkan dan dipelihara oleh Allah Swt daripada bala dan penyakit serta fitnah dajjal, sunnat karena Allah Swt.”
Adapun waktunya adalah mulai dari pagi hari Rabu terakhir bulan Shafar sampai dengan siang harinya. Kemudian disunatkan pula melakukan shalat sunat 2 raka’at dalam waktu mulai pagi hari Rabu terakhir sampai sampai sebelum masuk waktu 'Ashar dengan niat:
أُصَلِّى سُنَّةً رَكْعَتَـيْنِ ِللهِ تَعاَلىَ
“Sahaja saya shalat sunnat dua raka’at menghadap qiblat karena Allah Swt”.
Shalat sunat ini dilakukan sebanyak 4 raka’at dengan 2 kali salam. Dibaca pada tiap-tiap rakaat sesudah surat al-Fatihah, surat al-Kautsar 17 kali, surat al-Ikhlash 5 kali. surat al-Falaq 1 kali dan surat an-Naas 1 kali.
Ada juga yang berpendapat hendaklah melakukan shalat 6 rakaat dengan tiga kali salam. Pada rakaat pertama membaca surat al-Fatihah dan ayat Kursi, dan rakaat kedua membaca surat al-Ikhlas, demikian seterusnya. Setelah usai melakukan shalat, bershalawat kepada Nabi Saw kemudian membaca Doa akhir safar, yaitu :
بسم لله الرحمن الرحيم
اللّهُمَّ يَا شَدِيْدَ القُوَى وَيَا شَدِيْدَ المِحَالِ يَا عَزِيْزُ يَا مَنْ زَالَتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنِىْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُتَكَرِّمُ يَا مَنْ لاَاِلهَ اِلاَّ اَنْتَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اللّهُمَّ بِحَقِّ الحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ اِكْفِنِىْ شَرَّ هذَا اليَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِى فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْلُ ولاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اللّهُمَّ اِنِّى أَسْأَلُكَ بِأَسْمَائِكَ الحُسْنَى بِكَلِمَاتِ التَّامَّاتِ وَبِحُرْمَةِ نَبِيِّكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَحْفَظَنِى وَأَنْ تُعَافِيَنِى مِنْ بَلاَئِكَ يَا دَافِعَ البَلاَءِ يَا مُفَرِّجَ الهَمِّ وَيَا كَاشِفَ الغَمِّ اِكْشِفْ عَنِّى مَا كُتِبَ عَلَيَّ فِى هذِهِ السَّنَةِ مِنْ هَمٍّ أَوْ غَمٍّ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الاَهْوَالِ وَالآفَاتِ وَتَقْضِى لَنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا مِنْ أَقْصَى الغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الخَيْرَاتِ فِى الحَيَاتِ وَبَعْدَ المَمَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ اللّهُمَّ اِصْرِفْ عَنَّا شَرَّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَخْرُجُ مِنَ الأَرْضِ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
سَــــــــلاَمٌ قَـــــــوْلاَ مِنْ رَبِّ الرَّحِــــــــــــــــــــيْمِ * سَـــــــــــــــــلاَمٌ عَلَـــــــــــــى نُوْحٍ فِى العَالَمِـــــــــــــــــــــــيْنَ
سَـــــــــــــــــــــــــلاَمٌ عَلَـــــــــــــــــــى اِبْراهِـــــــــــــــــــــــــــيْمَ * سَـــــــــــــــــلاَمُ عَلَـــــــــــــــــــى مُــــــــــــــوْسَى وَهَـــــــــرُوْنَ
سَـــــــــــــــــــــــلاَمٌ عَلَـــــــــــــــــى اِلْيَـــــــــــــــــــــــــــاسَ * سَــــــــــــــــــــلاَمٌ عَلَــــــــــــــــــــى المـــــــــــــــــــــرْسَـــــلــــــــــــــــــــــــــــــــِيْنَ
سَـــــــلاَمٌ عَلَــيْكُمْ طِبْــتــُمْ فَادْخُــلُوْهَا خَـالِدِيْنَ * سَـــــــلاَمٌ هِىَ حَــــــتَّى مَطْلَعِ الفَجــــــــــــــــــــــــــــــــــــــرِ
وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْلِ وَلا حَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ العَلِىِّ العَظِيْمِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
Setelah melakukan semuanya, bacalah surat Yasin (kalau sanggup bacalah Yasin Fadhilah). Seorang ulama shalihin menyebutkan bahwa hari Rabu terakhir bulan Shafar merupakan hari yang penuh dengan bala, maka disunnahkan pada hari itu membaca surah Yasin, dan ketika sampai pada bacaan “سلام قولا من رب الرحيم” hendaklah mengulangnya sebanyak 313 kali. Setelah selesai membaca surah Yasin, hendaklah membaca Shalawat Munjiyat sebanyak 11 kali, yaitu :
أَللَّهُمَّ صَلِّى عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْناَ بِهاَ مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَ اْلآفاَتِ وَ تُقْضِي لَناَ بِهاَ مِنْ جَمِيْعِ الْحَاجَاتِ وَ تُطَهِّرُناَ بِهاَ مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئاَتِ وَ تَرْفَعُناَ بِهاَ عِنْدَكَ أَعْلىَ الدَّرَجاَتِ وَ تُبَلِّغُناَ بِهَا أَقْصَى اْلغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ اْلخَيْرَاتِ فىِ الْحَياَتِ وَ بَعْدَ اْلمَمَاتِ إِنَّكَ عَلىَ كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
Dan berdo’alah : “Ya Rahman... Ya Rahim... Berilah kepada kami kebaikan dunia dan akhirat.
Ya Allah... Jauhkan dan peliharalah kami dari berbagai macam bala dan marabahaya serta bencana dan penyakit .
Ya Allah... Peliharalah kami daripada fitnah pada saat kami hidup dan setelah kami mati dan peliharalah kami dari pada fitnah Dajjal serta selamatkan iman kami Ya Allah...”.
Adapun terkait dengan sikap sebagian ‘Ulama yang menyatakan bahwa amalan ini hanya bersumber dari ilhamnya para ‘Ulama shalih dan bukan dari hadits Nabi Muhammad Saw, hal tersebut bukanlah suatu hal yang perlu dipermasalahkan karena berita tentang turunnya bala bencana bisa saja diucapkan oleh seorang ‘Ulama shalih dari ilhamnya dan hal ini tidak bertentangan dengan syari’at Nabi Muhammad Saw, bahkan telah disepakati keberadaannya seperti disebutkan dalam al-Qur`an.
Tidak ada paksaan untuk melakukan amaliyah sunat khusus ini. Dengan kata lain, bagi yang ingin melakukannya, silakan lakukan. Dan bagi yang tidak melakukannya, juga tidak apa-apa. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah jangan memprovokasi masyarakat dengan klaim sepihak bahwa amaliyah ini hanyalah mitos belaka dan menyesatkan umat Islam. Pernyataan ini adalah salah satu sikap yang sangat tidak etis, kurang ajar dan tidak beradab terhadap para ‘Ulama shalih terlebih lagi amaliyah ini adalah kebiasaan masyarakat yang tidak diharamkan dalam syari'at.
Sepantasnya bagi kita umat Islam untuk berhati-hati dari prasangka buruk kepada Allah dengan turunnya bala bencana tersebut dan marilah kita senantiasa berprasangka baik kepada-Nya dengan meningkatkan amal ibadah dan menjauhi maksiat agar Allah Swt menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Wallahua’lam bish-shawab.
Referensi:
1. Imam al-Dairabi dalam kitabnya, Mujarrabat.
2. Imam al-Buni dalam kitabnya, al-Firdaus.
3. Imam Nawawi al-Bantani dalam kitabnya, Nihayat al-Zain.
4. Imam al-Kamil Farid al-Din dalam kitabnya, Jawahir al-Khams.
5. Imam Hamid al-Quds dalam kitabnya, Kanz al-Najah wa al-Surur.
6. Kitab Fawaid al-Ukhrawiyyah, Ta’liqah, Jami’ al-Fawaid, dan Tuhfat al-Mardhiyyah.
6 Komentar
Untuk lebih adil pengutipan sumber mesti adanya juga ada yang kontra. berikut hadist yg mlarang:http://ejabat.google.com/ejabat/thread?tid=7590848f03fb6b56
BalasHapusdarulihsan abuhasan, postingan kami kali ini dalam dalam memunaqasyahkan pendapat pro dan kontra sehingga kami tidak mengutip pendapat yang kontra. Masalah memahami hadits, para ulama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda terhadap nash-nash syar`i.
HapusGawat that cara lagoe pasantren mudi mesra nyoe dalam mendakwahkah saboh amalan... meunyoe hana jeut neu pastikan bahwa amalan nyan peukeuh shahih dari Rasulullah Shalallahualaihi wa salam atau hanya inovasi dari "ureung alim" pakon neu dakwahkan untuk bisa di amalkan...? Teuma peukeuh bisa tanyoe ibadah tanpa tuntunan dari Rasulullah Shalallahualaihi wa salam...? Peukeuh sidroe ulama berhak geupeuget syariat amalan2 tertentu...? Dari sekian banyak paragraf tulisan yg droen neuh peuget meu si krak hadist hana neu jadikan dalil untuk membenarkan amalan khusus nyan... Nauzubillah.. beu jioh keuh aneuk keturunan lon dari mengamalkan amai yg hana shahih dari Rasulullah Shalallahualaihi wa salam... mudah2an menjadi terang bagi masyarakat aceh untuk lebih selektif dalam memilih pasantren untuk aneuk...
BalasHapusNeujok aneuk neuh bak wahabi mangaat jroeh, sabab idrowneuh mnyo hna geusebut quran ngon hadis chit hna neupateh, mnyo muhammad bin abdul wahab peugah nyan baroe neupateh.
HapusUreung Aceh beubijak, nyan pemikiran wahabi beu teugoh-teugoh that.
Berarti ma kah bek kabi sok kolor sebb hana geuajarkan le nabi nyan
HapusSemoga bermanfaat untuk semua
BalasHapus