Khutbah Jumat dengan bahasa melayu (indonesia) bagaimana hukumnya?
Jawaban :
Lebih dahulu kita memperhatikan nash-nash dan ibarat kitab di bawah ini:
Syarwani (Tuhfah) Juzuk 2 nomor 45 :
قوله: دون ما عداها) يفيد أن كون ما عدا الأركان من توابعها بغير العربية لا يكون مانعا من الموالاة ويجب وفاقا ل م ر أن محله إذا لم يطل الفصل بغير العربي وإلا ضر ومنع الموالاة كالسكوت بين الأركان إذا طال سم على المنهج والقياس عدم الضرر مطلقا ويفرق بينه وبين السكوت بأن في السكوت إعراضا عن الخطبة بالكلية بخلاف غير العربي فإن فيه وعظا في الجملة ع ش (قوله: نعم إن لم يكن إلخ) أي ولم تمض المدة الآتية فتأمله سم
والمراد بالقياس غير العربية فى التوابع إلى العربية وإن طال فلا ضر
قلت : والحق عدم القياس لخصوصية العربية إهـ م ل
قول ع ش ويفرق بينه وبين السكوت إلخ
قلت: وفى القليوبى الجزء الأول نمرة 279 قوله العلم بالوعظ اى مع كون العربية هى الاصل فلا يرد مثل ذلك فى غير العربية
قلت : فحصول الفائدة بالوعظ فى الجملة مع الاصل اى العربية وإلا فلا فائدة شرعا فى غير العربية فصح قياسه بالسكوت فالوفاق فى الصحة فى عدم طول الفصل اى دون قدر ركعتين خفيفتين حق وصواب إهـ م ل
قلت : فحصول الفائدة بالوعظ فى الجملة مع الاصل اى العربية وإلا فلا فائدة شرعا فى غير العربية فصح قياسه بالسكوت فالوفاق فى الصحة فى عدم طول الفصل اى دون قدر ركعتين خفيفتين حق وصواب إهـ م ل
محلى (قليوبى) الجزء الأول نمرة 281 ولا يضر الوعظ بين الاركان وإن طال عرفا إلا إن طال بغير العربية كالسكوت الطويل اهـ
قلت : فيضر م ل
Setelah memperhatikan nash-nash di atas maka kami dari majlis ifta` memutuskan sebagai tersebut di bawah ini :
Mestilah segala rukun-rukun khutbah itu di pakai dengan bahasa Arab dan rukun-rukun itu mesti berturut (muwalat) dengan arti tidak boleh di cerai-ceraikan dengan bahasa ajam kalau pidato itu sekadar dari pada masa.
Sebaliknya bila kedapatan khutbah yang menyalahi akan yang tersebut di atas maka khutbahnya itu di hukumi tidak sah sebagai yang tersebut dalam kitab-kitab yang muktabar. Sebaiknya khutbah pada waktu ini di jalankan menurut kaifiyat yang kami nyatakan di bawah ini yaitu mula-mula hendaklah khatib berpidato atau memberi nasehat terlebih dahulu sekadar halnya pidato di muka umum menerangkan nasihat-nasihat yang berguna dengan bahasa apa saja (selain bahasa Arab), sehabis pidato itu barulah khatib melakukan rukun-rukun khutbah sebagaimana mestinya jangan di campur lagi dengan pidato.
Fatawa Abuya Muda Wali, al-Khalidy, Hal 44 cet. Nusantara, Bukit Tinggi
Pertanyaan dari Padang Sumatra Barat
Note. قلت (qultu) dalam nash di atas adalah komentar Abuya Muda Wali. م ل adalah singkatan : Muhammad Wali.
6 Komentar
assalamu'alaikum Tgk
BalasHapusada yang mengatakan boleh khutbah dengan bahasa ajam yaitu pendapat Ali syibran al-malasi, yakni apabila rukun2 khutbah itu diselangi dgn wasiat dalam bahasa non Arab meskipun dalam waktu lama, maka ini tidak merusak muwalatt khutbah
apakah benar dan boleh kita berpegang pada pendapat tersebut??
wassalam
wa`alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh.
HapusMemang ada nash Imam Syabramalasi yang mengarah kepada boleh di selangi dengan bahasa ajam dalam khutbah, di mana beliau menyebutkan
قوله: كما أن المراد بهما أركانهما) يفيد أنه لو كان ما بين أركانهما بغير العربية لم يضر، ويجب وفاقا ل م ر أن محله إذا لم يطل الفصل بغير العربي وإلا ضر لإخلاله بالموالاة كالسكوت بين الأركان إذا طال بجامع أن غير العربي لغو لا يحسب، لأن غير العربي لا يجزئ مع القدرة على العربي فهو لغو انتهى سم على منهج. والقياس عدم الضرر مطلقا، ويفرق بينه وبين السكوت بأن في السكوت إعراضا عن الخطبة بالكلية، بخلاف غير العربي فإن فيه وعظا في الجملة فلا يخرج بذلك عن كونه من الخطبة
Dalam nash di atas Syabramalasi menyebutkan ; terpaham dari nash mushannif bahwa apabila di selangi antara rukun2 khutbah dengan selain bahasa Arab maka tidak akan memudharatkan khutbah, beliau melanjutkan, supaya sejalan dengan pendapat Imam Muhammad Ramli maka pendapat ini wajib di tempatkan pada masalah apabila tidak panjang di selangi antara rukun khutbah dengan bahasa selain arab, sedangkan bila selangnya panjang maka akan memudharatkan khutbah, di qiyaskan kepada diam di antara rukun khutbah apa diamnya panjang maka juga memudharatkan khutbah. wajah jamik qiyasnya adalah sama-sama lagha, diam tersebut lagha (tidak di perhitungkan) demikian juga penggunaan bahasa ajam. Pada akhirnya Imam Ali Syibramalasi melanjutkan :
والقياس عدم الضرر مطلقا
padahal secara qiyas (penggunaan bahasa ajam) tidaklah mudharat.
Maksudnya bahasa ajam bisa di qiyaskan kepada bahasa Arab dalam khutbah, karena tujuan dari khutbah adalah nasehat, sebagaimana hasil dengan bahasa arab maka juga akan hasil dengan bahasa ajam.
Beliau melanjutkan ada perbedaan bedaann antara diam dengan menggunakan bahasa ajam, diam berarti berpaling dari khutbah sedangkan menggunakan bahasa ajam tidak berarti demikian.
Namun, waw pada kata wal qiyas adalah wal hal, jadi ia adalah qayid dari sebelumnya. Maksunya sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa di selangi dengan bahasa ajam bisa memudharatkan khutbah, namun seandainya kita qiyaskan antara bahasa ajam kepada bahasa Arab maka tidak mudharat. tetapi qiyas ini tidak berlaku, hanyalah qiyas ma`al fariq, sebagaimana Imam Qalyubi terangkan :
قوله: (العلم بالوعظ) أي مع كون العربية هي الأصل فلا يرد مثل ذلك في غير العربية
maksudnya bahwa ada perbedaan antara bahasa Arab dengan bahasa ajam, bahasa arab merupakan bahasa yang di gunakan untuk ibadah, sedangkan bahasa ajam bukan, khutbah itu bukan semata2 nasehat tetapi juga ibadah, maka qiya bahasa ajam kepada arab tidak sah. Imam Alisyibramalasi hanya menyebutkan seandainya di qiyas saja tetapi qiyasnya tetap qiyas ma`al fariq.
Penjelasan hal ini yang lebih panjang bisa di baca dalam kitab Adillah qawathi` `ala iltizam arabiyah fi tawabi`. Kitab ini bisa di donwload dalam postingan kami yang terdahulu
HapusDownload Kitab Adillah Qawathi`
Tengku Raja, menyo na surah ganjil ne sertakan ngen ibarat atau referensi supaya mekri nejaweb le Gure.
BalasHapusAssalamualaykum ustad lbm mudi. Beberapa minggu ini saya tinggal di jawa. Saya melihat kebanyakan mereka tidak mengulang khutbah seperti lazim di aceh. Pernah saya baca pembahasan warga nu mereka bersandar pada kitab ianah. Mungkin mereka ambil pendapat ali syibran al malusi juga tentang khutbah bahasa selain arab. Saya ingin bertanya,, apakah ini termasuk khilaf ulama yg mana harus saling kita maklumi sebagai perbedaan yg memang wajar terjadi? Selama ini saya selalu iadah dhuhur setelah salat jumat seperti di aceh, apakah yg saya lakukan itu benar ustad?? Mohon penjelasan kepada saya yg amat sangat faqir ilmu ini. Terima kasih
BalasHapuswa`alaikum salam
HapusSolusi yang bapak lakukan sudah benar, yaitu setelah shalat jumat melakukan shalat dhuhur