Hukum mengucapkan Selamat Hari Raya

hukum mengucap selamat hari raya
Insya Allah besok kita semua akan merayakan hari raya idul fitri 1437 H. Salah satu hal yang lumrah dilakukan oleh kaum muslimin adalah mengucapkan selamat (tahniah) kepada saudara yang lain.

Namun belakangan muncul sebagian orang yang memvonis bahwa mengucap selamat hari raya adalah perbuatan bid'ah yang tidak boleh dilakukan.

Nah bagaimanakah hukumnya mengucapkan selamat hari raya? Benarkah bahwa mengucapkan selamat hari raya adalah bid'ah?

Imam al-Qamuli mengatakan:

لم أر لأحد من أصحابنا كلامًا في التهنئة بالعيد والأعوام والأشهر كما يفعله بعض الناس؛ لكن نقل الحافظ المنذري عن الحافظ المقدسي أنه أجاب عن ذلك: بأن الناس لم يزالوا مختلفين فيه؛ والذي أراه أنه مباح لا سُنّةٌ ولا بدعة

Saya tidak melihat ada kalam ulama kita tentang mengucapkan selamat hari raya, tahun baru, bulan baru sebagaimana yang telah dikerjakan oleh sebagian manusia, tetapi al-Hafidh al-Munziri mengutip dari al-Hafidh al-Maqdisi bahwa beliau menjawabnya “para ulama berbeda pendapat tentangnya, sedangkan pendapatku adalah mubah bukan sunnah dan bukan pula bid’ah”.

Sedangkan al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani setelah melihat jawaban al-Munziri beliau menjawabnya bahwa “hal tersebut adalah disyariatkan”.

Imam Ibnu Hajar al-Hafidh membawakan hujjah bahwa Imam Baihaqi membuat satu bab dalam kitab beliau dengan judul “hadits-hadits yang diriwayatkan tentang ucapan manusia kepada sesamanya dengan taqabbalAllahu minna wa minka. Beliau membawa beberapa hadits dan atsar yang dhaif namun secara keseluhurannya bisa dijadikan hujjah.

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan: dan kebolehan mengucapkan selamatan secara umum ketika datangnya nikmat atau selamat dari bencana dengan dalil disunatkan sujud syukur.
Dalil lain yang menunjuki bolehnya mengucapkan selamat adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang menceritakan kisah diterimanya taubat Ka’ab bin Malik ketika beliau tidak ikut perang Tabuk. Ketika datang kabar bahwa taubat beliau sudah diterima, beliau segera datang menemui Rasulullah SAW, kemudian bangunlah shahabat Nabi, Thalhah bin Ubaidillah dan mengucapkan selamat dan perbuatan beliau tidak diingkari oleh Rasulullah . [1]

Imam Suyuthi menuliskan satu risalah tentang mengucapkan selamatan ini dengan judul Wushul al-Amani bi Ushul at-Tahani yang berada dalam kumpulan kitab beliau Hawi lil Fatawi. Beliau membawakan beberapa hadits yang menceritakan kisah para shahabat yang mengucapkan selamat. Beliau mengelompokkanya dalam tahniah untuk satu kelebihan dan manaqib seseorang, tahniah untuk diterimanya taubat, tahniah untuk kesembuhan dari sakit, tahniah untuk kesempurnaan ibadah haji, tahniah untuk pulang dari ibadah haji, peperangan, tahniah untuk pernikahan, tahniah untuk kelahiran anak, tahniah untuk kedatangan bulan Ramadhan, tahniah untuk hari raya, tahniah untuk pakaian baru, tahniah untuk pagi dan sore. [2]

Pengarang kitab al-Mukhtar dari Mazhab Hanafi mengatakan :

إن التهنئة بالعيد بلفظ " يتقبل الله منا ومنكم " لا تنكر

“Bahwa mengucapkan selamat pada hari raya dengan lafadh – yataqabbalullAhu minna wa minkum/semoga Allah menerima amal kami dan kamu, tidak di ingkari”.

al-Muhaqqiq Ibnu Amir mengatakan :

بل الأشبه أنها جائزة مستحبة في الجملة

“Bahkan menurut yang kuat secara umum hal tersebut merupakan perkara yang boleh dan disunnahkan.

kemudian beliau membawa beberapa atsar shahih dari shahabat yang berkenaan dengan hal tersebut. Beliau juga mengatakan bahwa lafadh yang sering digunakan di negri Syam dan Mesir adalah :

عيد مبارك عايك
Semoga Allah berikan hari raya yang penuh barakah untuk kamu

Imam Malik pernah ditanyakan tentang seseorang yang mengucapkan taqabbalAllahu minna wa minkum, beliau menjawabnya;
ما أعرفه ولا أنكره
“Saya tidak mengetahuinya dan tidak pula mengingkarinya”.

Ibnu Habib menjelaskan maksud perkataan Imam Malik yaitu beliau tidak mengetahui sunnahnya dan tidak pula mengingkari orang yang mengerjakannya karena perkataan tersebut adalah perkataan yang bagus karena merupakan doa kebaikan. Bahkan Syeikh asy-Syaibi mengatakan bahkan hukumnya bisa menjadi wajib karena meninggalkannya akan menimbulkan fitnah dan memutuskan persaudaraan.

Ibnu Qudamah dalam kitab beliau, Mughni mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan :

ولا بأس أن يقول الرجل للرجل يوم العيد : تقبل الله منا ومنك

dan tidak mengapa mengucapkan bagi orang lain di hari raya “taqabbalAllahu minna wa minkum”. [3]

Kesimpulannya, mengucapkan selamat ketika datangnya nikmat merupakan hal yang disunatkan, dan sunnah mendokannya supaya nikmat tersebut dikekalkan. Juga disunatkan untuk bersalaman bagi sesama jenis atau dengan yang mahramnya. Adapun bersalaman dengan berbeda jenis atau dengan amrad maka hukumnya adalah haram. Maka hari raya tidaklah diragukan lagi merupakan satu nikmat yang Allah berikan, karena adanya keampunan Allah yang besar bagi orang yang berpuasa selama sebulan Ramadhan.

------------------------------------------------------------------------------------------

  1. Syeikh Badul Hamid Qudus, Kanz Najah wa surur fi ad’iyah allati tasyrah shudur, hal 271. Dar Sabail
  2. Imam Suyuthi, Hawi lil Fatawi, jilid 1 hal 78 Dar Kutub ILmiyah
  3. Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, Jlid 14 hal 99 Dar Salasil

Post a Comment

0 Comments