Kurban dalam bahasa arab disebut Udhiyyah, yaitu sebutan kepada hewan yang akan dikurbankan. Kurban disyariatkan pada tahun kedua hijriah sama seperti idul adha, zakat harta dan fitrah. Penamaan udhiyyah diambil dari awal waktu pelaksanaannya yaitu saat waktu dhuha. Kurban atau udhiyyah adalah nama hewan yang disembelih pada hari raya atau hari tasyrik (hari ke 11, 12, dan 13 zulhijjah) karena untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, jika tidak dimaksudkan untuk taqarrub kepada Allah, tetapi hanya untuk di makan misalnya, maka tidak digolongkan sebagai kurban walau dilakukan pada hari raya idul adha dan hari tasyrik.
Hukum Kurban
Hukum Kurban
Hukum kurban adalah sunnah muakkad dan sunat kifayah bagi satu rumah, maksudnya saat telah dikerjakan oleh seseorang dari satu keluarga yang nafakahnya dibawah tanggungan orang yang sama, baik dikerjakan oleh orang yang memberi nafakah atau yang diberi nafakah, maka gugurlah tuntutan pelaksanaannya kepada anggota keluarga lain. Maksud gugur tuntutan disini adalah hilang hukum makruh bagi mereka semua, karena hukum makruh berlaku jika tidak ada satu orangpun yang mengerjakannya, sedangkan pahalanya khusus kepada orang yang berkurban, Ketentuan kurban sunat kifayah berlaku jika dalam satu keluarga tersebut ada beberapa orang, adapun jika dalam rumah tersebut hanya ada satu orang maka hukumnya adalah sunat ain kepada orang tersebut.
Hukum sunat berkurban berlaku bagi umat nabi saw, sedangkan kepada beliau sendiri hukumnya wajib dan itupun sekali. Maksudnya, kewajiban berkurban kepada nabi saw hanya sekali seumur hidup, selebihnya adalah kurban sunat. Maka, hadits yang menyatakan nabi memakan hewan kurbannya dihamalkan kepada kurban sunat bukan wajib.
Orang-Orang yang Sunat Berkurban
Hukum sunat berkurban berlaku bagi umat nabi saw, sedangkan kepada beliau sendiri hukumnya wajib dan itupun sekali. Maksudnya, kewajiban berkurban kepada nabi saw hanya sekali seumur hidup, selebihnya adalah kurban sunat. Maka, hadits yang menyatakan nabi memakan hewan kurbannya dihamalkan kepada kurban sunat bukan wajib.
Orang-Orang yang Sunat Berkurban
Qurban disunatkan kepada setiap orang islam yang telah taklif, merdeka dan rasyid (terpelihara agama dan harta) dan tentunya mampu, juga disunatkan kepada hamba sahaya yang berstatus mub’ad (hamba sahaya yang telah merdeka setengah) jika memang memiliki harta dengan statusnya yang setengah merdekanya.
Hukum sunat muakad berlaku bagi semua orang, terutama bagi yang mampu untuk berkurban. Jika mereka mampu dan tidak berkurban, hukumnya makruh. Adapun orang yang tidak mampu tetap disunatkan berkurban, hanya saja saat mereka tidak mengerjakannya, maka tidak dihukumi kepada makruh.
Orang mampu adalah orang yang punya harta melebihi keperluan untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib dinafkahinya mulai hari idul adha hingga berakhirnya hari tasyrik. Kebutuhan yang dimaksudkan disini mencakup kepada nafkah, pakaian dan keperluan-keperluan pokok lainnya. Sama seperti kewajiban mengeluarkan zakat fitrah, yaitu jika seseorang punya harta melebihi kebutuhannya sendiri dan orang-orang yang wajib dinafkahinya mulai malam hari raya hingga esok harinya. Kewajiban zakat fitrah hanya malam dan hari raya maka harta lebih yang dijadikan pijakan adalah melebihi malam dan hari raya saja. Begitu juga kurban, kesunahannya mulai hari raya sampai hari tasyrik ketiga, maka harta lebih yang dijadikan pijakan adalah harta yang lebih dari empat hari tersebut.
Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat jika batasan kesanggupan seseorang berkurban adalah harta yang melebihi malam dan hari raya saja bukan sampai tiga hari tasyrik, menurut beliau karena kurban merupakan bagian dari sedekah tatawu’(sedekah sunat) sehingga sama ketentuannya seperti sedekah tatawu’ pada umumnya yaitu disunatkan bersedekah jika mempunyai harta lebih dari keperluan sehari dan semalam. Kurban adalah sebaik-baik harta tatawu’.
Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat jika batasan kesanggupan seseorang berkurban adalah harta yang melebihi malam dan hari raya saja bukan sampai tiga hari tasyrik, menurut beliau karena kurban merupakan bagian dari sedekah tatawu’(sedekah sunat) sehingga sama ketentuannya seperti sedekah tatawu’ pada umumnya yaitu disunatkan bersedekah jika mempunyai harta lebih dari keperluan sehari dan semalam. Kurban adalah sebaik-baik harta tatawu’.
Kesunahan berkurban berlaku bagi semua orang, baik orang pedalaman, perkotaan, orang yang mukim, musafir juga berlaku kepada orang yang berhaji, karena nabi saw pernah berkurban untuk istri-istrinya saat tengah berhaji sebagaimana dalam satu hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim.
Binatang yang Dijadikan Kurban
Binatang yang sah dijadikan sebagai kurban adalah dari golongan unta, sapi dan kambing atau kebiri. Ditambah lagi, unta tersebut sudah harus yang berumur genap lima tahun dan masuk tahun ke enam, sapi dan kambing harus berumur genap dua tahun dan masuk masuk tahun ke tiga, sedangkan biri-biri dibolehkan yang baru berumur genap satu tahun dan masuk tahun ke dua. Kesemuanya, tidak ada dibedakan antara yang berjenis kelamin jantan atau betina, dan baik yang telah dikebiri atau tidak. Dan juga tidak boleh ada cacat yang tidak ditoleransi syara’, seperti buta yang nyata. Satu unta atau sapi cukup untuk tujuh orang, sedangkan satu kambing atau biri-biri hanya mencukupi satu orang saja. Hewan yang lahir dari perkawinan sapi dan unta hanya memada untuk satu orang saja, sama seperti hewan yang lahir dari kambing dan biri-biri. Tujuh orang tersebut apakah dalam satu rumah atau tidak. Setiap dari mereka harus menyedekahkan daging kurban tersebut kepada fakir miskin.Sebagaimana yang telah disebutkan, saat dikerjkan oleh osalah seorang dari anggota keluarga, maka gugurlah hukum makruh pada anggota keluarga lain, maksud anggota keluarga di sini adalah yang wajib menafkahi atau dinafkahi. Adapun pahala maka terkhusus kepada orang yang berkurban. Di antara beberapa jenis hewan yang dijadikan kurban, yang paling baik (banyak pahala) adalah unta, berturut-turut kemudian sapi, biri-biri dan kambing. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, memadalah untuk berkurban dengan menumpahkan darah hewan pada hari raya Idul Adha, sehingga beliau membolehkan untuk berkurban dengan seekor ayam atau angsa. Imam Syarkawi menegaskan tidak boleh bagi kita untuk Taklid atau berpegang kepada pendapat beliau, karena tidak ada yang membukukan mazhab tersebut, karena bisa jadi ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum berkurban dengan ayam atau angsa. Namun demikian, Syaikhuna dalam kitab Hasyiyah bajuri membolehkan fakir miskin untuk beramal dan Taklid kepada mazhab Ibnu Abbas, sama halnya dengan Aqiqah, beliau membolehkan fakir miskin untuk ber-Aqiqah dengan ayam ataupun angsa karena keterbatasan ekonomi yang dimiliki oleh fakir miskin.
Hal-Hal yang Sunat dilakukan Saat Berkurban
Sebagian dari hal-hal yang paling disunatkan kepada orang yang berkurban adalah supaya hewan tersebut disembelih sendiri jika ia mampu, atau diwakilkan kepada orang lain walaupun orang yang berkurban tersebut belum baligh segaimana yang dilakukan oleh rasulullah saw. Sedangkan bagi perempuan dan Khunsa, maka disunatkan untuk mewakilkan sembelihan kepada orang lain. Jika ia mewakilkan kepada orang lain, maka disunatkan baginya untuk hadir saat peristiwa penyembelihan itu terjadi. Dengan demikian, jika orang yang berkurban buta, maka tetap disunatkan untuk hadir walaupun tidak bisa melihat. Mewakilkan sembelihan kepada anak kecil dan orang buta sah hukumnya tetapi makruh.Hal sunat lainnya adalah supaya orang yang berkurban tidak menghilangkan bulu, kuku dan lainnya saat hendak berkurban terhitung sejak masuk bulan Zulhijjah hingga saat pelaksaan kurban walaupun hari itu adalah hari jumat. Hikmahnya, supaya pengampunan dosa dari Allah swt dan merdeka dari api neraka juga mencakup kepada kuku dan rambut yang tidak dipotong tadi.
Tujuh ekor kambing untuk tujuh orang adalah lebih baik daripada se ekor unta atau sapi yang juga untuk tujuh orang, karena lebih banyak tumpahan darah dari banyak nyawa. Dan satu kambing yang disembelih sendiri lebih baik dari pada bergabung dengan orang lain pada se ekor unta. Satu ekor unta untuk enam orang ke bawah lebih baik dari satu ekor unta untuk tujuh orang. Satu kambing yang harganya lebih mahal dari dua kambing adalah lebih utama dan baik. Daging hewan kurban lebih baik dari lemak, hewan yang lebih tua lebih baik dari lainnya. Dalam berkurban pemilihan warna hewan kurban juga dipertimbangkan, warna binatang terbaik secara berturut-turut yang dijadikan kurban adalah putih, kuning, kemudian yang berwarna seperti debu, kemudian yang berwarna belang, merah dan terakhir hitam. Ada beberapa alasan kenapa warna hewan juga menjadi pertimbangan, yang paling kuat adalah karena ta’abbud, ada juga yang mengatakan pemilihan warna penting karena bagus pandangan orang yang melihat dan alasan terakhir adalah karena dagingya lebih bagus. Binatang yang sedang mengandung juga tidak boleh dijadikan sebagai kurban, karena maksud kurban adalah dagingnya sedangkan hewan yang sedang mengandung dagingya kurang, berbeda dengan mengeluarkan zakat, karena maksud dari zakat adalah keturunan. Namun, Ibnu Ruf’ah membolehkan berkurban dengan hewan yang hamil karena kekurangan dagingnya akan ditutupi oleh janin.
Hal lainnya yang disunatkan dalam berkurban adalah membaca basmallah saat hendak menyembelih, membaca shalawat kepada nabi saw, menghadap kiblat, takbir tiga kali sebelum dan sesudah penyembelihan, dan terakhir berdoa supaya diterima, misalnya berdoa: “ Ya Allah ya tuhanku, ini kurban dari engkau dan kepada engkau pula, maka terima olehmu”.
Memakan Daging Kurban
Bagi orang yang berkurban (Tabarru’, bukan nazar) dibolehkan untuk memakan daging kurbannya sendiri, dan boleh memberi makan orang kaya tapi tidak memilikkannya. Berbeda dengan orang miskin maka boleh untuk memiliki daging kurban tersebut, sehingga boleh dibawa kemana saja termasuk dijual. Daging kurban yang boleh dimakan oleh pemiliknya adalah sepertiga dari keseluhannya, sedangkan dua pertiga lainnya disedakahkan bagi orang lain, baik kepada orang miskin atau orang kaya. Ada yang berpendapat, orang berkurban boleh untuk memakan setengah dari daging kurban tersebut. Satu pendapat lainnya adalah, orang yang berkurban mengambil sepertiga, disedekahkan sepertiga kepada fakir miskin dan dihadiahkan sepertiga lainnya kepada orang kaya.Dari ke tiga pendapat tersebut, mereka sepakat untuk membagikan daging kurban. Lalu bagaimanakah sebenarnya status daging kurban tersebut? Apakah wajib disedekahkan kepada fakir miskin sebagaimana pendapat di atas. Pendapat kuat untuk sah sebagai kurban, maka wajib disedekahkan minimalnya kadar ukuran yang dinamakan daging pada ‘uruf, tidak boleh kulit, telinga atau lainnya. Dan boleh untuk disedekahkan kepada satu orang miskin saja dan kondisi daging kurban tersebut harus mentah tidak boleh dimasak. Memasak daging kurban kemudian baru di sedekahkan memang dibolehkan, tapi tidak boleh semuanya harus tetap ada daging kurban yang di sedekahkan dalam kondisi mentah. Pendapat ke dua memebolehkan untuk memakan semua daging kurban tanpa bersedekah sedikitpun, orang tersebut tetap mendapat pahala karena telah menyembelih dan mengalirkan darah kurban di hari Idul Adha dengan niat Taqarrub kepada Allah swt.
Yang paling baik (afdhal) adalah menyedekahkan semua daging kurban tersebut, kecuali satu suapan yang diambil berkah dengan memakannya, dan demikian merupakan sunnah nabi saw. Bagian yang paling baik untuk dimakan adalah hatinya, karena mengikut nabi saw, dalam hadis disebutkan jika nabi memakan hati hewan yang dikurbankannya. Hikmahnya adalah untuk tafaul dengan hati hewan kurban tersebut, berdoa agar Allah memasukkan orang yang berkurban ke dalam surga dan mendapat penghormatan dari Allah swt, karena warid dalam satu hadits jika penghormatan pertama kali Allah swt kepada ahli surga adalah dengan hidangan hati ikan paus yang menanggung bumi (seperti yang diceritakan dalam satu hadis bahwa bumi berada di atas punggung ikan paus). Adapun kulit dari hewan kurban tersebut maka juga disedekahkan atau diambil manfaat untuk dirinya sendiri atau dipinjamkan kepada orang lain, yang tidak boleh adalah menjual atau menyewakannya.
Permasalahan Kurban Nazar
Kurban yang dinazarkan tidak boleh di makan oleh orang yang bernazar, tetapi harus di sedekahkan semua termasuk kulit dan tulangnya, berbeda dengan kurban Taqarrub yang memebolehkan si pemilik untuk memanfaatkan sendiri tulang dan kulit tersebut. Kurban yang di nazar tidak boleh ditunda-tunda penyembelihannya dengan tanpa ozor, sehingga jika dilakukan dan ternyata hilang maka wajib menggantinya. Jika ada ozor maka boleh ditunda, seperti tidak adanya fakir-miskin pada hari itu.Kurban wajib seperti misalnya seseorang berkata ”Lazim atasku berkurban dengan satu kambing”. Jika seseorang berkata “Ini adalah kurbanku” , maka binatang tersebut telah menjadi kurban wajib, walaupun ia tidak meniatkan kurban. Dan jika ia meniatkan saja tanpa mengucapkan, maka juga tidak menjadi kurban wajib.
Perkataan “Ini adalah kurban ku” menjadi wajib/nazar jika tidak diniatkan mengabarkan kepada orang lain, adapun jika diniatkan untuk memberitahu orang lain, maka tidak menjadi wajib. Sedangakan menurut Ibnu Hajar dan Imam Ramli tidak seperti demikian, maksudnya perkataan tersebut tetap menjadi kurban wajib sekalipun dia meniatkan untuk memberi tahu orang lain. kasus ini banyak terjadi di kalangan orang awam, yang ketika ditanyakan kepadanya ”Ini apa?”. Maka dijawab ”Ini aku simpan untuk kurban”. Maka dengan ini dia telah bernazar dengan kurban.
Berkurban Untuk Orang lain
Tidak boleh berkurban untuk orang lain yang masih hidup dengan tanpa izinnya dan tidak untuk orang yang sudah meninggal jika tidak diwasiatkan kecuali kurban wali dari hartanya sendiri untuk orang-orang yang berada dibawah tanggungannya, maka ini hukumnya sah. Pengecualian lain adalah kurban dari seorang imam dari harta baitil mal untuk kaum muslimin. Adapun dengan adanya izin, maka hukumnya boleh. Kenapa demikian? Karena kurban adalah ibadah, maka tidak boleh tanpa disertai dengan dalil. Berbeda dengan membayar utang orang lain yang tetap akan sah walaupun tanpa izin. Wallahua’alam.Daftar Pustaka:
1. Al-Bakri al-Damyathi, I’anah al-Thalibin
2. Qalyubi, Hasyiah Qalyubi wa Umairah
3. An-Nawawi, Minhaj al-Thalibin
4. Khatib Syarbaini, Mughni Muhtaj,
5. Ibrahim al-Bajury, Hasyiah al-Bajury
6. Ibnu Hajar al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj
7. Muhammad nawawi al-banteni, Tsamarul Yani’ah.
postingan Sebelumnya Tentang Qurban:
- Hukum Memberikan Daging Qurban Kepada Non Muslim
- Menjual Kulit Hewan Qurban
- Menyembelih lembu pada hari raya Qurban dengan niat Qurban dan Aqiqah
- Hukum Binatang Qurban Nazar Yang Hilang
- Fadhilah atau Keutamaan Berqurban
- Hewan Qurban Terkilir Saat Proses Penyembelihan
- Memberikan daging qurban bagi orang kaya
- Hukum Membagikan Daging Qurban Setelah Dimasak
5 Komentar
Assalamualaikum,Tengku bagaimana Hukum nya bila seorang menyembelihkan Qurban 1 ekor Kambing,tetapi diniatkan inilah Qurban ku & Keluargaku, Terima Kasih
BalasHapusWa'alaikum salam
HapusDalam berkurban satu kambing hanya untuk satu orang, namun dalam satu rumah bila sudah berkurban satu orang maka tuntutan berkurban gugur untuk semua ahli rumah tersebut
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh....
BalasHapusmaaf mau tanya.... apakah hukum dari memakan daging kurban bagii orang yang nadzar untuk berkurban??
Wa'alaikum Salam
HapusBila qurban nazar maka haram bagi pemilik qurban dan orang yang berada dalam tanggungan nafakahnya untuk mengkonsumsinya
Ada izin copi tgk
BalasHapus