Setiap para ulama sudah barang tentu
terdapat perbedaan pendapat dalam memahami teks ayat Al-Qur’an, hadis dan
pendapat para Imam mujtaaid, namun dari perbedaan tersebut ada pendapat ulama
yang diunggulkan dari yang lain, salah satunya adalah pendapat Imam al-Rafi’i
dan Imam al-Nawawi, bahkan ada sebuah ungkapan dari Ibnu Hajar al-Haitami dalam
kitab Tuhfah al-Muhjtaj yang dipahami dari beberapa ungkapan para ulama :
أَنَّ
الْكُتُبَ الْمُتَقَدِّمَةَ عَلَى الشَّيْخَيْنِ لَا يُعْتَمَدُ شَيْءٌ مِنْهَا
إلَّا بَعْدَ مَزِيدِ الْفَحْصِ وَالتَّحَرِّي حَتَّى يَغْلِبَ عَلَى الظَّنِّ
أَنَّهُ الْمَذْهَبُ
Artinya : “Sesungguh semua kitab
yang ada sebelum Syaikhani dan tidak bisa dijadikan pegangan kecuali
sesudah melakukan pemeriksaan yang mendalam dan menyelidikinya sehingga dominan
pada sangkaan bahwa pendapat tersebut bagian dari mazhab”.
Mayoritas ulama fuqaha’ dari kalangan
mazhab Sayafi’i berpendapat bahwa bahwa pendapat yang paling kuat adalah
pendapat yang disepakati oleh Imam ar-Rafi’i dan Imam an-Nawawi, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Mengumpulkan Pendapat yang Masih
berserakan.
أنهما جمعا ما تفرق من كلام الإمام الشافعي والأصحاب فى
المسائل الفرعية
Imam ar-Rafi’i dan Imam an-Nawawi mengumpulkan pendapat yang berserakan
dari pendapat Imam Syafi’i dan ashab pada masalah far’iyah(Fiqh).
2.Kesungguhan Dalam Mentahqiq Mazhab
إجتهادهما غاية الإجتهاد فى تحقيق المذهب وتنقيحه
Kesungguhhan Imam
ar-Rafi’i dan Imam an-Nawawi dalam mentahqiq dan merevisi mazhab, sehingga Imam
ar-Rafi’i dan Imam an-Nawawi dapat mengetahui dalil dari sebuah pendapat dan
mengetahui pendapat para Imam mujtahid dan ashab yang hidup setelah mereka.
Sedangkan pendapat yang terjadi perbedaan dengan pendapat mujtahid atau ashab
dikemudian hari itu sebabkan oleh dalil yang diketahui.
Imam Syihab al-Ramli ikut mengakui tehadap kegigihan Imam al-Rafi’i dan Imam
an-Nawawi dalam perkataan beliau :
ومن
المعلوم أن الشيخين رحمهما الله قد اجتهدا فى تحرير المذهب غاية الإجتهاد, ولهذا كانت
عنايات العلماء العاملين, وإشارات من سبقنا من الأئمة المحققين,, متوجهة إلى تحقيق
ما عليه الشيخان, والأخذ بما صححاه بالقبول والإذعان.
“Sebagian yang yang telah dimaklumi bahwa Imam al-Rafi’i
dan Imam al-Nawawi merupakan sosok yang semangat gigih dan berkontribusi penuh
dalam merevisi mazhab, karena inilah perhatian dan isyarat para ulama tertuju
kepada pendapat yang diutarakan oleh Imam ar-Rafi’i dan Imam an-Nawawi, dan
mengambil pendapat yang telah ditashih oleh keduanya.
3. Mengetahui Dalil Dari Setiap Pendapat Dalam Mazhab
براعتهما فى معرفة المذهب وتمكنهما من الإحاطة بنصوصه
Kemahiran Imam ar-Rafi’i dan Imam an-Nawawi dalam mengetahui setiap
pendapat serta dalil dengan totalitas. Faktor inilah Imam Asnawi memuji Imam
ar-Rafi’i dengan perkataan beliau : “kemahiran Imam ar-Rafi’i dalam mazhab
tidak ada yang dapat menjangkau oleh seorangpun, baik hidup setelah atau para
ulama yang hidup sebelum beliau, karena mam ar-rafi’i adlah seseorang ulama
yang merevisi, menulis, mentahqiq, menjelaskan dan mengumpulkan semua pendapat
para ulama mujtahid, semua para ulama yang hidup setelahnya mengakui terhadap
karangan Imam ar-Rafi’i yang sangat lengkap.
4. Setiap Pendapat Mereka Disertai dengan Dalil
أنهما لا يتقيدان فى تصحيحهما إلا بقوة المدرك ولا يتقيدان
بقول الأكثر ولا بغيره
Setiap pendapat yang ditashihkan oleh Imam ar-Rafi’i dan Imam an-Nawawi semuanya
berdasar dalil yang kuat bukan didasari oleh faktor pendapat mayoritas ulama
dan bukan karena faktor lain.
5. Sempurna Sifat Wara’
كمال ورعهما وشدة تحريهما فى الدين
Sempurna sifat wara’ dan sangat dalam menyeleksi kasus yang berhubungan
dengan agama. Sifat wara’ yang ada pada Imam an-Nawawi diakui dan puji oleh
Ibnu Hajar al-Haitami dengan perkataan beliau :
قال
العلامة ابن حجر : ومن ورع النوى الذى فاق فيه أهل عصره : أنه كان لا يقبل ممن له
علقة إقراء أو إنتفاع ما, خشية أن يدخل فى حديث القوس الوارد فيه الوعيد الشديد
على من علم رجلا القرآن فأهدى له قوسا فقبله.
“al-‘Alamah Ibnu Hajar
berkata : sebagian dari sifat wara’ Imam an-Nawawi yang melampaui semua yang
ada pada masa itu adalah, Imam an-Nawawi tidak menerima atau memanfaatkan
sesuatu yang berhubungan dengan satu komunitas karena beliau takut masuk dalam
ancaman yang tertera dalam hadis al-Qauis yang didalamnya terdapat ancaman yang
sangat dahsyat bagi seseorang yang mengajari Al-Qur’an maka dihadiahkan baginya
busur maka ia menerimanya”.
Ibnu Hajar menyimpulkan dalam sebuah ungkapan : sungguh sepakat para ulama
yang hidup setelah Imam ar-Rafi’i dan an-Nawawi bahwa keduanya sangat teliti
dalam menyelidiki, berhat-hati, menghafal, mentahqiq, menguasai, mengetahui,
menggali semua pendapat para ulama dan permasalahan yang berhubungan dengan
agama. Tingkat inilah yang tidak dapat dicapai oleh salah seorang yang hidup
setelahnya. Maka menjadikan rujukan utama pada pendapat Imam ar-Rafi’i dan
an-Nawawi adalah hal yang sangat benar, dan meningal pendapat selainnya yang tidak
sampai pada martabat keduanya adalah lebih baik.
(Ref : at-Tabiyyin Lima Ya’tamidu Min Kalami as-Syafi’i al-Mutaakhirin,
hal 30-35)
0 Komentar