Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda :
إذا قمت إلى الصلاة فكبر
Artinya: “Apabila engkau melaksanakan shalat, maka bertakbirlah (Muttafaq ‘alaihi)”Dinamakan dengan takbiratul ihram -sebagaimana makna lafadz “ihram” adalah pengharaman- karena takbir tersebut mengharamkan apa saja yang halal dilakukan oleh orang yang melaksanakan shalat sebelum ia melakukan shalat. Dalam takbiratul ihram, terdapat makna implisit yang mengisyaratkan betapa agungnya zat yang kita sembah, yaitu Allah SWT, oleh karena itu, maka takbiratul ihram ditempatkan di awal pelaksanaan shalat. Sehingga sempurnalah kekhusyukannya.
Pembacaan lafadz takbiratul ihram, disertai dengan niat dan juga disertai dengan apa saja yang di i’tibarkan dalam niat itu sendiri, seperti qashad, ta’riidh, ta’yiin,niat fardhiah, niat qashar bagi musafir, niat imamah dan ma’mumah secara keseluruhan, dengan cara menghadhirkan kesemuanya mulai dari permulaan takbir sampai ke bacaan huruf “ra” pada kalimat “اكبر”.
Imam al-rafi’i menguatkan satu pendapat bahwa boleh hanya menghadhirkan niat pada awal takbiratul ihram saja. Imam nawawi dalam kitab majmu’ dan kitab tanqiih, memilih pendapat al-imam dan al-ghazaly. Yaitu cukup hanya dengan muqaraanah ‘urfiyah bagi orang awwam, sekira-kira sudah dianggap sebagai orang yang mendirikan shalat. Pembahasan tentang muqaaranah ‘urfiyah pada niat telah kita bahas pada pembahasan rukun shalat yang pertama: niat
Bagi orang yang kuasa mengucapkan lafadz takbir wajib mengucapkan “اللَّهُ أَكْبَرُ”, karena yang demikian merupakan perbuatan nabi. Nabi bersabda:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Artinya: “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (H.R. Bukhary)Tidak dibenarkan mengucapkan “اللَّهُ كَبِيرٌ”, karena tidak terkandug makna “أَفْعَلَ”. Begitu pula tidak boleh mengucapkan “الرَّحْمَنُ أَكْبَرُ” , “الرَّحِيمُ أَكْبَرُ” , “اللَّهُ أَعْظَمُ” dan “اللَّهُ أَجَلُّ”, karena tidak dinamakan sebagai lafadz takbir.
Boleh menambahkan lafad takbir asalkan tidak mengubah eksistensinya sebagai lafadz takbir, seperti mengucapkan “اَللَّهُ الْأَكْبَرُ” (dengan memakai alif lam pada Akbar), karena lafadz tersebut tidak mengubah hakikat takbir. Bahkan memperkuatnya dengan memberikan faedah hashar. Akan tetapi hukumya khilaf aula, karena terdapat khilaf pendapat para ulama dalam menetapkan hal tersebut. Tidak boleh mengurangi satu huruf pun pada lafad takbiratul ihram. Begitu pula pada takbir-takbir iintiqaalat. Dan juga tidak boleh menambah satu huruf pun yang menyebabkan berubahnya makna takbiratul ihram, seperti memanjangkan bacaan hamzah pada kalimat “اللَّهِ” dan menambahkan “alif” sesudah “ba” pada kalimat “أَكْبَر”, karena“أَكْبَر” (dengan menambahkan alif) merupakan bentuk jamak dari mufradnya “كَبَر” –dibaca dengan fatah “ba”- yang artinya gendang atau bedug bermuka satu. Dan tidak boleh menambahkan “waw” sebelum lafadz “jalaalah” sebagaimana tersebut dalam kitab “fataawa al-qaffaal”, begitupula tidak boleh menambahkan tasydid pada “ba” atau “ra” pada kalinmat “أَكْبَر”
Referensi :
1. Abu bakar utsman bin muhammad syata al-dimyathi al-syafi’ie, I’anatut thalibin, jld. I, hal. 153 (dar al-fikri)
و) ثانيها: (تكبير تحرم) للخبر المتفق عليه: إذا قمت إلى الصلاة فكبر. سمي بذلك لان المصلي يحرم عليه به ما كان حلالا له قبله من مفسدات الصلاة، وجعل فاتحة الصلاة ليستحضر المصلي معناه الدال على عظمة من تهيأ لخدمته حتى تتم له الهيبة والخشوع، ومن ثم زيد في تكراره ليدوم استصحاب ذينك في جميع صلاته. (مقرونا به) أي بالتكبير، (النية) لان التكبير أول أركان الصلاة فتجب مقارنتها به، بل لا بد أن يستحضر كل معتبر فيها مما مر وغيره. كالقصر للقاصر، وكونه إماما أو مأموما في الجمعة، والقدوة لمأموم في غيرها، مع ابتدائه. ثم يستمر مستصحبا لذلك كله إلى الراء. وفي قول صححه الرافعي، يكفي قرنها بأوله. وفي المجموع والتنقيح المختار ما اختاره الامام والغزالي: أنه يكفي فيها المقارنة العرفية عند العوام بحيث يعد مستحضرا للصلاة.
2. Syamsuddin Muhammad bin Abdul ‘Abbas (Syihabuddin Ramli), Nihayah al-Mathlab, Jld. I, hal. 459 (Dar al-Fikr)
الثَّانِي) مِنْ أَرْكَانِهَا (تَكْبِيرَةُ الْإِحْرَامِ) فِي قِيَامِهِ أَوْ بَدَلِهِ لِخَبَرِ الْمُسِيءِ صَلَاتَهُ «إذَا قُمْت إلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَك مِنْ الْقُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا، ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِك كُلِّهَا» رَوَاهُ الشَّيْخَانِ. وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ «ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا. ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اُسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِك كُلِّهَا» .
وَفِي صَحِيحِ ابْنِ حِبَّانَ بَدَلَ قَوْلِهِ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا: «حَتَّى تَطْمَئِنَّ قَائِمًا» ، وَسُمِّيَتْ تَكْبِيرَةُ الْإِحْرَامِ لِأَنَّهُ يَحْرُمُ بِهَا مَا كَانَ حَلَالًا لَهُ قَبْلَهَا مِنْ مُفْسِدَاتِ الصَّلَاةِ كَأَكْلٍ وَشُرْبٍ وَكَلَامٍ وَغَيْرِهَا (وَيَتَعَيَّنُ) فِيهَا (عَلَى الْقَادِرِ) بِالنُّطْقِ بِهَا (اللَّهُ أَكْبَرُ) لِأَنَّهُ الْمَأْثُورُ مِنْ فِعْلِهِ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - مَعَ خَبَرِ الْبُخَارِيِّ «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي» أَيْ كَمَا عَلِمْتُمُونِي حَتَّى لَا تَرِدَ الْأَقْوَالُ، وَصَحَّ " تَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ " وَهِيَ صِيغَةُ حَصْرٍ فَلَا يُجْزِئُ اللَّهُ كَبِيرٌ لِفَوَاتِ مَعْنَى أَفْعَلَ وَلَا الرَّحْمَنُ وَلَا الرَّحِيمُ أَكْبَرُ: أَيْ وَلَا اللَّهُ أَعْظَمُ وَأَجَلُّ لِأَنَّهُ لَا يُسَمَّى تَكْبِيرًا (وَلَا تَضُرُّ زِيَادَةٌ لَا تَمْنَعُ الِاسْمَ) أَيْ اسْمَ التَّكْبِيرِ (كَاَللَّهِ الْأَكْبَرُ) لِأَنَّهَا لَا تُغَيِّرُ الْمَعْنَى بَلْ تُقَوِّيهِ بِإِفَادَةِ الْحَصْرِ، لَكِنَّهُ خِلَافُ الْأَوْلَى خُرُوجًا مِنْ الْخِلَافِ، وَلَوْ أَخَلَّ بِحَرْفٍ مِنْ اللَّهُ أَكْبَرُ لِلتَّحَرُّمِ ضَرَّ، وَمِثْلُهُ تَكْبِيرَاتُ الِانْتِقَالَاتِ فِي عَدَمِ الِاعْتِدَادِ بِهَا، وَتَضُرُّ زِيَادَةُ حَرْفٍ يُغَيِّرُ الْمَعْنَى كَمَدِّ هَمْزَةِ اللَّهِ وَأَلْفٍ بَعْدَ الْبَاءِ لِأَنَّهُ يَصِيرُ جَمْعَ كَبَرٍ بِالْفَتْحِ وَهُوَ الطَّبْلُ الَّذِي لَهُ وَجْهٌ وَاحِدٌ وَزِيَادَةُ وَاوٍ قَبْلَ الْجَلَالَةِ كَمَا فِي فَتَاوَى الْقَفَّالِ وَتَشْدِيدُ الْبَاءِ أَوْ الرَّاءِ مِنْ أَكْبَرُ كَمَا أَفْتَى بِهِ ابْنُ رَزِينٍ وَهُوَ ظَاهِرٌ فِي الشِّقِّ الْأَوَّلِ.
9 Komentar
assalamu'alaikum...
BalasHapusDalam lafaz "ALLAH" saya pernah dengar tentang istilah "LAM jalalah"bagaimanakah pemahamannya.sah atau tidak takbir kita bila tidak sesuai dengan yang di maksut
Wassalam
wa`alaikum salam
HapusLam Jalalah adalah lam yang ada pada tengah lafadh Allah yang di baca dengan mad.
Bagaimana maksud dari pertanyaan kedua?
sayapun kurang mengerti,katanya cara baca huruf Lam tebal /tipis.Tafkhim Tarqiq
Hapuscoba di dengar rekaman ayat al-quran pada bacaan lam pada lafadh Allah, pasti berbeda dengan bacaan lam pada lafadh lain. untuk mengetahui cara bacaanya hanya dengan mendengarnya langsung dari pembimbing dan tidak mungkin di ungkapkan dengan tulisan.
Hapusassalamualaikum,,tgg,,yang mana dan apa yg dimaksud dengan takbir-takbir iintiqaalat? tks
BalasHapuswa`alaikum salam wr wb.
BalasHapustakbir intiqalat adalah takbir ketika berpindah dari satu rukun ke rukun yang lain, seperti takbir ketika rukuk, sujud dll
assalamualaikum tgk...
BalasHapusrukun shalat...
1. Niat
2. Berdiri betul bagi yang mampu
3. Takbir ihram
dipenjelasan sudah duluan takbir????
2. takbir
3. berdiri
??
wa`alaikum salam
HapusMohon maaf, adanya kesilapan kami sehingga tidak sesuai dalam pembahasan rukun sembahyang secara umum dengan pembahasan khususnya...
ini memang ada metode yang berdeda dalam menghitung rukun shalat..ada yang menjadikan takbir sebagai rukun ke dua dan ada juga yang menjadikannya sebagai rkun ke tiga, ,,dalam kenyataannya ketiga rukun ini ..niat, berdiri, dan takbir terjadi secara bersamaan...
Maka dalam perhitungan tata tertib rukun shalat kami memilih seperti dalam kitab I`anatuth Thalibin bahwa rukun ke dua adalah takbir...dlm postingan tatatertib rkun shalat kami edit kembali..terima kasih atas koreksinya yang sangat berharga..
Rkun-rukun shalat
Ass guru..?trkdg ada jg yg tkbir ratul ihram tnp niat..gmn hkm@ bl qt ikt pd imam trsbt??atau ada pndpt slain mazhab syafii yg mgtkn blh dluan niat dr pd tkbr.mhn pnjlsn dr guru.
BalasHapus