Tingkatan Ulama dan Masalah dalam Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi merupakan salah satu mazhab empat mu'tabar. Bagi para pengkaji fikih sangat di anjurkan untuk mengetahui tentang tingkatan ulama hanafi, dan masalah-masalah yang termuat dalam kitab fikih mazhab hanafi : 

A.   A.   Tingkatan Ulama hanafiyah

Dalam Kitab Dirasasah al-Shayiyah, Abdur Bashir bin Sulaiman mengutip dari perkataan Ibnu 'Abidin bahwa Ibnu 'Abidin membagi Ulama Hanafiyah menjadi lima tingkatan :

1.        Tingkatan Mutaqaddimin

Yang termasuk dalam thabaqah mutaqaddimin yaitu murid langsung dari Abi hanafiyah, hubungan mereka dengan pendiri mazhab seperti hubungan mu'allim dan muta'allim. seperti Abi Yusuf Ya'qub bin Ibrahim al-Anshari, Zufar bin Huzail, Muhammad bin Hasan al-Syaibani, Hasan bin Ziyad. Mereka merupakan fuqaha mujtahid dalam mazhab yang mencetus segala hukum melalui sumber dalil yang telah ditetapkan Imam Mazhab walaupun pada sebagian masalah fikih terdapat perbedaan dengan pendapat Imam. Oleh karena itu, fuqaha mutaqaddimin masih bertaqlid dalam kaedah kaedah imam mazhab berbeda dengan Imam Syafi’i dan Imam Malik yang keduanya disamping berbeda dalan masalah fikih juga berbeda dalam metode penetapan hukum.

 

2.        Tingkatan akābir al-Mutaakhirin

Fuqaha hanafi yang termasuk dalam tingkatan ini yaitu Abi bakar al-Khassāf, al-Thahawi, Abi Hasan al-Kharkhi, al-Hulwani, al-Sharakhsi, Fakhri al-Islam al-Bazdawi, Fakhri al-Din Qādikhana pengarang kitab al-Zhakhirah, Burhani al- Din Mahmud pengarang kitab al-Muhith al-Burhani, dan Syeikh Thahir Ahmad. Mereka merupakan fuqaha mazhab Hanafi yang sudah mampu berijtihad pada masalah-masalah yang belum ada riwayat dari Imam Mazhab, dan juga tidak bertentangan dengan imam mazhab baik dari segi kaedah-kaedah imam maupun masalah fikih.

 

3.        Tingkatan Ashab al-Takhrij min al-Muqallidin.

Fuqaha hanafi dalam tingkatan ini mereka tidak mampu ijtihad sama sekali, tetapi mereka mempunyai kemampuan dalam menelusuri dan menguasai undang-undang yang telah ditetapkan imam dan menguasai perincian pendapat mujmal yang memiliki dua wajah (dua arah pemahaman) dan mampu memperinci pendapat yang samar-samar dari riwayat imam Hanafi dan Ashab. Ulama hanafi yang digolongkan dalam tingkatan ini adalah Abi bakar al-Razi al-Jassas dan yang setingkat dengan beliau

 

4.        Tingkatan ashab al-Tarjih min al-Muqallidin

Mereka memiliki kemampun dalam memperkuat satu pendapat dengan pendapat lain dengan ungkapan : هذا أولى (ini lebih baik), هذا أصح رواية ( ini riwayat yang paling kuat), هذا أوضح دراية (Pendapat ini yang paling jelas secara ilmiah), أفقق بالقياس (Paling sesuai dengan qiyas) هذا أرفق بالناس ( pendapat ini lebih meringankan manusia). yang termasuk dalam thabaqah ini seperti Abi Hasan Ahmad al-Quduri, Syeikh Islam Burhanuddin pengarang kitab al-Hidayah.

 

5.        Tingkatan Muqallid yang mampu membedakan yang paling kuat, kuat, lemah, dhahir riwayat, dan riwayat nadir

Yang termasuk dalam tingkatan ini Syams al-A`immah Muhammad al-Kurdi, Jamaluddin al-Hashiri, Hafidz al-Din al-Nasafi, dan yang setingkat dari kalangan pengarang kitab matan, seperti pengarang kitab al-Mukhtar, al-Wiqayah, al-Majma’. Ulama Hanafiyah yang berada dalam tingkatan ini tidak mengutip pendapat yang ditolak, dan riwayat lemah dalam kitabnya. Mereka merupakan tingkatan yang paling rendah dari ulama Mazhab Hanafi. Adapun yang dibawah tingkatan ini termasuk dalam katagori awam, wajib bagi mereka untuk mengikuti (taqlid) pada ulama-ulama yang memiliki kapasitas sebagaimana dalam tingkatan di atas. Tidak boleh bagi mereka untuk berfatwa tentang hukum, kecuali dengan mengutip pendapat yang telah ada.

LIHAT JUGA:


 

B.  B.   Tingkatan Masalah

Sebagaimana fuqaha dalam mazhab hanafi mempunyai tingkatan-tingkatan berbeda dalam mazhab begitu juga dalam masalah masalah yang termuat dalam kitab fikih hanafi yang tujuan para mufti mampu memilih mana yang didahulukan ketika terjadi pertentangan. Masalah tersebut terbagi menjadi tiga tingkatan:

 

1.        Masalah al-Ushul

Masalah ini dinamakan dhahir al-riwayah yaitu masalah-masalah yang diriwayatkan dari Abi Hanafiyah, Abi Yusuf, Muhammad Hasan al-Syaibani. Juga dijajarkan dengan mereka Zufar, Hasan bin Ziyad dan para ulama yang belajar langsung bersama Abu Hanafiyah, tetapi kebiasaannya dhahir al-riwayah adalah pendapat Abi hanafiyah, Abi Yusuf, dan Muhammad Hasan al-Syaibani, atau salah satu dari pendapat mereka.

Yang termasuk dalam kitab dhahir al-riwayah ada enam macam kitab dari karya Muhammad Hasan al-Syaibani yaitu : al-Mabsuth, al-Jami’ al-Shaghir, al-Jami’ al-Kabir, Siyar al-kabir, Siyar al-Shaghir, al-Ziyadat. Alasan dinamakan dhahir al-riwayah karena dririwayatkan dari Muhammad Hasan al-Syaibani dengan riwayat terpercaya, adakala secara mutawatir atau masyur.

 

2.        Masalah al-Nawadir

Masalah al-Nawadir adalah masalah yang diriwayatkan dari imam yang telah disebutkan di atas tetapi bukan melalui perantara kitab dhahir al-riwayah . Adakalanya diriwayatkan melalui kitab yang lain seperti al-Kaisaniyat (Pendapat Muhammad Hasan al-Syaibani yang diriwayatkan oleh Syu’aib bin Sulaiman al-Kaisani), al-Jurjaniyat (pendapat Muhammad Hasan al-Syaibani yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Shalih al-Jurjani), al-Ruqaiyah (masalah yang dijelaskan Muhammad bin Hasan ketika menjabat sebagai qadhi di Raqqah, dan diriwayatkan oleh Muhammad bin Sama’ah), dan al-Haruniyat. Alasan dinamakan kitab di atas ghairu dhahir al-riwayah, karena riwayat kitab di atas dari Muhammad bin Hasan tidak zhahir dan jelas sebagaimana dhahir al-riwayah.

Adakalanya juga diriwayatkan dari selain kitab Muhammad bin Hasan, seperti al-Mujarrad karya Muhammad  bin Hasan al-Ziyad, al-Amali kitab yang diriwayatkan dari Abi Yusuf. Adakala pendapat Muhammad bin Hasan diriwayatkan dari jalur yang asing seperti riwayat ibnu Sima’ah, al-Mu’alla bin Mashur dan selain keduanya.

 

3.      Masalah al-Waqi’iyah atau al-Fatawa

Masalah al-Waqi’iyah atau al-Fatawa yaitu masalah yang digali ulama mutakhirin dari ashab muhammad bin Hasan, Abi Yusuf, dan Ashab keduanya hingga berakhir masa ijtihad terhadap perkara-perkara yang tidak ditemukan riwayat. Yang pertama kali menghimpun segala fatwa mereka adalah al-Faqih Abu Laist Samarqandi, beliau mengumpulkan fatwa-fatwa gurunya dan ulama lain sebelum gurunya seperti Muhammad bin Muqatil al-Razi, kemudian setelahnya juga terdapat kitab yang menghimpun segala fatwa seperti kitab Majmu’ al-Nawazil wa al-Waqi’iyah karya al-Nathifi, dan kitab al-Waqi’at karya al-Shadar al-Shahid. Pada kurun setelahnya, beberapa ulama berinisiatif mengumpulkan beberapa fatwa tanpa membedakan antara Masalah al-Ushul, Masalah al-Nawadir, dan Masalah al-Waqi’iyah. Seperti fatwa Qadhikhan, dan al-Khulashah. Selanjutnya kekurangan tersebut diperbaiki oleh Radhi al-Din al-Sarakhsi dengan menyebutkan pada pertama Masalah al-Ushul, kemudian Masalah al-Nawadir, dan diakhiri dengan masalah fatwa.

 

 Referensi : Abdul Bashir bin Sulaiman, Dirasasah al-Shayiyah, Cet. Dar al-Dhiya’, 297-301

 

 



 

 

 



 

Post a Comment

0 Comments