Tujuan Diberlakukannya Sanksi Bagi Pelaku Tindak Kriminal

Tujuan Diberlakukannya Sanksi Bagi Pelaku Tindak Kriminal


Semua orang menginginkan kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia tanpa ada yang mengganggu dan mengusik kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dan tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhannya tanpa adanya orang lain, haruslah hidup dengan mengikuti norma-norma yang berlaku dalam kehidupan. Sebab, bila tidak patuh terhadap norma-norma yang berlaku maka manusia akan hidup bebas dan sangat berisiko merugikan kehidupan orang lain. Dalam hal ini, agama menghadirkan norma-norma yang harus dipatuhi, agar kehidupan menjadi aman, tenteram dan bahagia. Begitu pula dengan sanksi-sanksi yang diberlakukan atas tindak kriminal yang dilakukan seseorang, seperti sanksi qisas yang diberlakukan terhadap pelaku pembunuhan, sanksi potong tangan bagi si pencuri dan lain sebagainya, semua itu bukan hanya kebaikan bagi pelaku tindak kriminal itu sendiri, tetapi juga kebaikan bagi semua orang.


Berikut beberapa tujuan diberlakukannya sanksi yang telah disyariatkan dalam agama Islam bagi pelaku tindak kriminal:

1.       Mendisiplinkan pelaku tindak kriminal

Mendisiplinkan pelaku tindak kriminal merupakan tujuan yang lebih utama dan dengannya memberikan manfaat bagi orang lain. Seperti kasus mencuri misalnya, syari’at Islam memberlakukan sanksi potong tangan bagi si pencuri, agar hilang sifat buruk  dalam dirinya ataupun untuk memberi efek jera terhadap pencuri atas perbuatan kriminal yang telah ia lakukan. Hal ini juga senada dengan Firman Allah dalam surah al-Maidah: 38, yaitu sebagai berikut:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُما جَزاءً بِما كَسَبا نَكالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.


2.       Menyenangkan atau merelakan pihak korban

Manusia memiliki sifat tidak mau diganggu atau diusik orang lain. Ketika kehidupannya diganggu oleh orang lain maka akan muncul lah sifat keasliannya yaitu marah dan akan bergegas untuk balas dendam terhadap orang yang telah mengganggunya, kapan ada kesempatan dan kesanggupan untuk membalasnya. Balas dendam bukanlah cara yang dapat menyelesaikan masalah antara pelaku dan korban, namun hal itu akan memperbesar masalah dan menimbulkan banyak korban. Maka dari hal itu syariat memberlakukan qisas atau menebus dengan harta bagi pelaku pembunuhan, agar pihak korban merelakan dengan pembunuhan yang sudah terlanjur dilakukan oleh pelaku.


3.       Mencegah orang lain mengikutinya

Manusia cenderung mengikuti hal-hal yang sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, sehingga bila seseorang melakukan sebuah tindak kriminal, maka hal ini cenderung akan diikuti oleh orang lain. Ibnu Arabi dalam kitab Ahkam al-Qur’an berkomentar bahwa “Hukuman adalah untuk mencegah orang yang dihukum berbuat kriminal dan siapa saja yang menyaksikan atau menghadirinya, akan mengambil pelajaran dan mencegah diri dari melakukannya perbuatan tersebut serta bila berita tersebut tersebar, orang lain pun akan mengambil pelajaran pula”.

 


Referensi: Muhammad Thahir bin ‘Asyur, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah, Cet. Ke-9 (Kairo: Dar as-Salam, 2020), h. 232-234.

 

Post a Comment

2 Comments

  1. assalamulaikum gure.
    sidro tgk linto geukheun bak ureung inong mnyo katubit bak surah Lam kama rhet taleuk sa dengan niat tujuan tgk linto gyu dingo gopnyan pgh hba ile kmudian setelah gpgh hba baro geukheun Le tgk linto kjt tubit. Dan gtnyong lom Le tgk dara baro kjt long tubit long nak mno.? pakibn gure mohon pencerahan.

    ReplyDelete