Imam al-Qurafi (w. 684 H) merupakan salah satu ulama besar mazhab Maliki. Beliau di kenal banyak meninggalkan kitab-kitab yang di jadikan rujukan oleh berbagai ulama setelah masa beliau. Salah satu kitab beliau adalah anwar al-buruq fi anwai al-furuq. Kitab ini membahas perbedaan antara beberapa qaedah. Pada perbedaan ke 172, beliau membahas panjang lebar tentang amalan yang sampai pahala kepada mayat dan amalan yang tidak bisa sampai dan juga masalah tahlilan.
Beliau memberi judul pembahasan tersebut dengan :
Beliau memberi judul pembahasan tersebut dengan :
الفرق الثاني والسبعون والمائة بين قاعدة ما يصل إلى الميت وقاعدة ما لا يصل إليه
perbedaan yang ke 172 antara qaedah amalan yang bisa sampai kepada mayat dengan qaedah amalan yang tidak bisa sampai kepada mayat.
Mari kita simak penjelasan Imam al-Qurafi jilid 3 halaman 342 -347 Dar Kutub Ilmiyah 1998
الفرق الثاني والسبعون والمائة بين قاعدة ما يصل إلى الميت وقاعدة ما لا يصل إليه القربات ثلاثة أقسام قسم حجر الله تعالى على عباده في ثوابه ولم يجعل لهم نقله لغيرهم كالإيمان فلو أراد أحد أن يهب قريبه الكافر إيمانه ليدخل الجنة دونه لم يكن له ذلك بل إن كفر الحي هلكا معا أما هبة الثواب مع بقاء الأصل فلا سبيل إليه وقيل الإجماع في الصلاة أيضا وقيل الإجماع فيها وقسم اتفق الناس على أن الله تعالى أذن في نقل ثوابه للميت وهو القربات المالية كالصدقة والعتق وقسم اختلف فيه هل فيه حجر أم لا وهو الصيام والحج وقراءة القرآن فلا يحصل شيء من ذلك للميت عند مالك والشافعي رضي الله عنهما وقال أبو حنيفة وأحمد بن حنبل ثواب القراءة للميت
Perbedaan yang ke 172 antara qaedah amalan yang bisa sampai kepada mayat dengan qaedah amalan yang tidak bisa sampai kepada mayat.
Qurbah terbagi kepada tiga jenis;
Yang pertama; bagian yang Allah ta'ala telah membatasi atas hambaNya pada pahalanya dan Allah tidak memberikan mereka hak untuk memindahkannya bagi orang lain seperti iman. Maka seandainya ada seorang yang berencana menghibah imannya kepada kerabatnya yang kafir supaya bisa masuk surga tanpa dirinya maka hal tersebut tidak bisa terjadi bahkan jika orang hidup tersebut kufur maka keduanya akan celaka bersama. Adapun hibah pahala dengan kekal asalnya maka hal ini tidak ada jalan sama sekali. Di katakan telah ijmak ulama pada shalat pula. Di katakan bahwa yang ijmak hanya pada shalat.
pembagian yang lain (yang kedua) amalan yang telah sepakat para ulama bahwa Allah ta'ala telah memberkan izin untuk memindahkan pahalanya kepada mayat, yaitu qurbah yang maliyah seperti shadaqah dan memerdekakan budak.
pembagian yang lain (yang ketiga) amalan yang terjadi perbedaan pendapat para ulama, apakah Allah telah membatasinya atau tidak, yaitu puasa, haji, baca al-quran. Maka tidak hasil pahala apapun dari amalan tersebut menurut Imam Malik dan Imam Syafii. Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata : pahala bacaan bisa sampai kepada mayat.
Dari penjelasan Imam al-Qurafi di atas dapatlah di pahami, bahwa amalan ibadah dari sisi bisa di hadiahkan pahalanya kepada orang lain terbagi tiga:
- Ijmak ulama tidak bisa di hadihkan kepada orang lain, seperti keimannan. Iman tidak bisa di hadiahkan kepada orang kafir.
- Ijmak ulama bisa di hadiahkan kepada orang lain; yaitu shadaqah, dan memerdekakan budak
- Terjadi perbedaan pendapat para ulama, apakah bisa sampai pahalanya kepada orang lain atau tidak; yaitu ibadah haji, puasa, shalat, membaca al-quran dan amalan-amalan yang lain.
Selanjutnya Imam al-Qurafi menerangkan dalil masing-masing kedua belah pihak;
فمالك والشافعي رضي الله عنهما يحتجان بالقياس على الصلاة ونحوها مما هو فعل بدني والأصل في الأفعال البدنية أن لا ينوب أحد فيها عن الآخر ولظاهر قوله تعالى وأن ليس للإنسان إلا ما سعى ولقوله عليه السلام إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث علم ينتفع به وصدقة جارية وولد صالح يدعو له
واحتج أبو حنيفة وابن حنبل بالقياس على الدعاء فإنا أجمعنا على أن الدعاء يصل للميت فكذلك القراءة والكل عمل بدني ولظاهر قوله عليه السلام للسائل صل لهما مع صلاتك وصم لهما مع صومك يعني أبويه
Imam Malik dan Imam Syafii berhujjah dengan qiyas kepada shalat dan amalan lain yang berupa amalan badaniyah. Asal pada amalan badaniyah adalah tidak bisa di gantikan oleh seorangpun, dan juga karena dhahir ayat "bahwa tiada bagi manusia kecuali apa yang mereka usaha" dan karena berdasarkan hadits Nabi "apabila anak Adam meninggal terputuslah amalannya kecuali dari tiga; ilm yang bermanfaat, shadaqah jariyah dan anak yang shaleh yang mendoakannya.
Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal berhujjah dengan qiyas kepada doa, karena kita sepakat bahwa doa bisa sampai bagi mayat maka demikian juga bacaan al-quran, sedangkan semuanya adalah amalan badaniyah dan juga karena dhahir sabda Nabi SAW bagi seorang yang bertanya kepada beliau "shalatlah kamu bagi keduanya bersama shalatmu dan puasalah kamu bagi keduanya bersama puasamu" maksudnya kedua ibu bapaknya.
Selanjutnya Imam al-Qurafi membawakan jawaban dari golongan pertama terhadap hujjah golongan kedua:
والجواب عن الأول أن القياس على الدعاء لا يستقيم فإن الدعاء فيه أمران أحدهما متعلقه الذي هو مدلوله نحو المغفرة في قولهم اللهم اغفر له والآخر ثوابه فالأول هو الذي يرجى حصوله للميت ولا يحصل إلا له فإنه لم يدع لنفسه وإنما دعا للميت بالمغفرة والثاني وهو الثواب على الدعاء فهو الداعي فقط وليس للميت من الثواب على الدعاء شيء فالقياس على الدعاء غلط وخروج من باب إلى باب
Dan jawaban untuk hujjah yang pertama adalah; bahwa qiyas kepada doa tidak bisa di benarkan, karena pada dua ada dua perkara, salah satunya adalah muta'alaqnya yang merupakan madlulnya seperti keampunan dalam doa mereka Allahumma ighfirli, sedangkan satu hal yang lain adalah pahala doa. Hal yang pertamalah yang di harapkan akan di dapatkan bagi mayat dan hanya hasil bagi mayat karena ia tidak berdoa untuk dirinya sendiri dan ia berdoa untuk mayat. Hal yang kedua yaitu pahala berdoa maka hanya untuk orang yang berdoa saja, dan mayat tidak mendapatkan pahala apapun dari doanya tersebut. Maka qiyas kepada doa adalah qiyas yang salah dan keluar dari satu bab kepada bab yang lain.
وأما الحديث فإما أن نجعله خاصا بذلك الشخص أو نعارضه بما تقدم من الأدلة ونعضدها بأنها على وفق الأصل فإن الأصل عدم الانتقال ومن الفقهاء من يقول إذا قرئ عند القبر حصل للميت أجر المستمع وهو لا يصح أيضا لانعقاد الإجماع على أن الثواب يتبع الأمر والنهي فما لا أمر فيه ولا نهي لا ثواب فيه بدليل المباحات وأرباب الفترات والموتى انقطع عنهم الأوامر والنواهي وإذا لم يكونوا مأمورين لا يكون لهم ثواب وإن كانوا مستمعين ألا ترى أن البهائم تسمع أصواتنا بالقراءة ولا ثواب لها لعدم الأمر لها بالاستماع فكذلك الموتى
Adapun hadits (yang di jadikan sebagai hujjah oleh golongan pertama) maka adakala kita jadikan hanya khusus ada orang tersebut atau kita anggap adanya kontradiksi dengan dalil-dalil yang telah terdahulu, kemudian kita kuatkan dalil-dalil tersebut karena ia sesuai dengan asal, karena asalnya adalah tidak adanya perpindahan (pahala amalan). Sebagian para fuqaha mengatakan bahwa "apabila di bacakan al-quran di kuburan akan menghasilkan pahala bagi si mayat sebagaimana pahala orang menyimak al-quran". Pendapat ini tidak sah karena telah ijmak ulama bahwa pahala hanya mengikuti perintah dan larangan. Maka apa yang tidak ada perintah dan tidak ada larangan tidak akan ada pahalanya dengan dalil perkara-perkara mubah dan ahli zaman fatarah. Orang yang telah meninggal telah terputus dari mereka perintah dan larangan. Maka apabila mereka sudah tidak di perintahkan maka bagi mereka tidak ada lagi pahala walaupun mereka bisa mendengar, adakah tidak kamu lihat bahwa hewan juga mendengar suara bacaan al-quran namun ia tidak mendapat pahala karena tidak ada perintah bagi mereka untuk mendengarnya maka demikian juga orang yang telah meninggal.
Selanjutnya Imam al-Qurafi memberikan komentar terhadap doa supaya Allah sampaikan pahala dan kegiatan tahlilan yang ternyata sudah populer saat itu.
والذي يتجه أن يقال ولا يقع فيه خلاف أنه يحصل لهم بركة القراءة لا ثوابها كما تحصل لهم بركة الرجل الصالح يدفن عندهم أو يدفنون عنده فإن البركة لا تتوقف على الأمر فإن البهيمة يحصل لها بركة راكبها أو مجاورها وأمر البركات لا ينكر فقد كان رسول الله صلى الله عليه وسلم تحصل بركته للبهائم من الخيل والحمير وغيرهما كما روي أنه ضرب فرسا بسوط فكان لا يسبق بعد ذلك بعد أن كان بطيء الحركة وحماره عليه السلام كان يذهب إلى بيوت أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يستدعيهم إليه بنطح رأسه الباب وغير ذلك من بركاته عليه السلام كما هو مروي في معجزاته وكراماته عليه السلام وهذه المسألة وإن كانت مختلفا فيها فينبغي للإنسان أن لا يهملها فلعل الحق هو الوصول إلى الموتى فإن هذه أمور مغيبة عنا وليس الخلاف في حكم شرعي إنما هو في أمر واقع هل هو كذلك أم لا
وكذلك التهليل الذي عادة الناس يعملونه اليوم ينبغي أن يعمل ويعتمد في ذلك على فضل الله تعالى وما ييسره ويلتمس فضل الله بكل سبب ممكن ومن الله الجود والإحسان هذا هو اللائق بالعبد
pendapat yang kuat bahwa di katakan tidak ada perbedaan pendapat ulama bahwa bisa hasil bagi mereka barakah pembacaan al-quran bukan pahalanya sebagaimana hasil bagi mereka barakah orang yang shalih yang di kuburkan di sisi mereka atau mereka di kuburkan di samping makam orang shaleh karena barakah tidak tergantung kepada perintah, karena hewan juga bisa mendapatkan barakah penunggangnya atau yang berdekatan dengannya. Masalah perkara barakah tidak dapat di ingkari, sungguh Rasulullah sendiri hasillah barakah beliau kepada hewan-hewan beliau baik kuda maupun keledai dan lainnya sebagaimana di riwayatkan bahwa beliau memukul kuda dengan cambuk maka setelah itu kuda tersebut tidak pernah kalah padahal sebelumnya ia lambat gerak. Keledai Nabi SAW pernah pergi ke rumah para shahabat Rasulullah mengundang mereka kepada Nabi dengan mendorongkan kepalanya ke arah pintu dan kisah-kisah lain dari barakah Rasulullah SAW sebagaimana di riwayatkan dalam mukjizat-mukjizat dan karamahnya.
Masalah ini walaupun ada perbedaan pendapat namun sepatutnya bagi manusia untuk tidak meninggalkannya karena mudah-mudahan yang haq adalah bisa sampai kepada mayat, karena ini adalah masalah ghaib dari kita, dan bukanlah perbedaan pendapat para ulama pada masalah hukum syar'inya tetapi khilaf tersebut hanya pada masalah kajadian sebenarnya, apakah sepertii demikian (bisa sampai pahalanya kepada mayat) ataupun tidak.
Demikian juga tahlilan yang sudah menjadi kebiasaan yang di amalkan manusia pada hari ini. Sepatutnya hal ini di amalkan dan dalam hal ini berpegang kepada karunia Allah dan kemudahanNya dan meminta karuniaNya dengan setiap sebab yang mungkin dan dan hanya dari Allahlah pemberian dan kebaikan. Inilah yang layak bagi hamba.
Kesimpulan dari uraian panjang Imam al-Qurafi yang bermazhab Imam Malik menguatkan pendapat Imam Malik tentang tidak bisa sampai pahala bacaan al-quran bagi mayat. Namun beliau dengan tegas menyatakan bahwa mayat mendapatkan manfaat barakah bacaan al-quran dari orang yang hidup. Beliau juga mengingatkan supaya jangan meninggalkan mengamalkan pembacaan al-quran dan tahlilan untuk orang yang telah meninggal.
Dari uraian tersebut dapat di ambil beberapa kesimpulan:
- Masalah sampainya pahala bacaan al-quran kepada mayat merupakan masalah khilafiyah di antara para ulama.
- Khilafiyah para ulama tersebut hanya terjadi pada hal sampai pahalanya atau tidak, bukan pada boleh atau tidak boleh (bukan pada haram atau tidak)
- Tidak ada perbedaan pendapat ulama bahwa mayat bisa mendapatkan barakah dari bacaan al-quran orang hidup.
- Pada masa Imam al-Qurafi, tahlilan sudah lazim di kerjakan oleh Umat Islam
- Amalan tahlilan merupakan amalan yang sepatutnya di kerjakan dan jangan di tinggalkan.
Baca juga:
- Hukum Tahlilan
- Bacaan al-Quran bagi mayat menurut Imam Syafii
- Jawaban Syeikh Wahbah Zuhaili tentang Hadiah Pahala
- Jawaban Syeikh Ali Jum'ah Tentang Hadiah Pahala
- Rekayasa Bapak Aliwari Dalam Buku Hadiah Pahala Amalan Rekayasa
- Rekayasa Bapak Aliwari Terhadap Tafsir Ruhul Bayan
- Rekayasa Bapak Aliwari Terhadap Tafsir as-Sa'dy
0 Komentar